Samarinda (ANTARA Kaltim) - Kepala Bank Indonesia Perwakilan Kalimantan Timur Mawardi BH Ritonga menyatakan laju inflasi di Kaltim pada Juli yang mencapai 1,46 persen merupakan angka tertinggi yang terjadi sejak Januari 2015.
"Inflasi Kaltim bulan Juli 2015 juga lebih tinggi ketimbang inflasi nasional yang mencapai 0,93 persen dan 7,26 persen (yoy)," ujar Mawardi di Samarinda, Selasa.
Di regional Kalimantan, lanjut dia, inflasi di Kaltim juga lebih tinggi dibanding inflasi di Kalimantan Tengah yang hanya 0,92 persen dan Kalimantan Selatan 1,12 persen, tetapi lebih rendah dari inflasi di Kalimantan Barat yang mencapai 2,34 persen.
Selain itu, inflasi yang terjadi kali ini juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan inflasi pada Juli 2014 yang saat itu juga bersamaan dengan momentum lebaran. Pada Juli 2014, inflasi Kaltim hanya 0,89 persen.
"Berdasarkan data BPS, faktor tingginya inflasi Kaltim pada Juli 2015 didorong oleh kenaikan harga kelompok bahan makanan dari komoditas perikanan, kelompok transportasi dan komunikasi terutama angkutan udara, serta kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau, terutama nasi lauk dan kue-kue," ujarnya.
Biaya pendidikan dari TK sampai dengan perguruan tinggi juga turut memberikan kontribusi terhadap pembentukan inflasi Kaltim pada Juli. Selain itu, sektor properti juga mengalami inflasi terutama untuk sewa dan kontrak rumah.
Sebaliknya, pergerakan komoditas sembako seperti beras, telur ayam, daging ayam ras, bawang merah, dan minyak goreng relatif stabil.
Menurut Mawardi, stabilitas harga yang terjadi pada komoditas sembako pada periode lebaran kali ini merupakan salah satu hasil nyata dari berbagai program dan upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).
Di antara peran TPID adalah untuk meredam gejolak harga pangan yang sering terjadi pada periode lebaran.
"Langkah dan upaya TPID perlu terus dilakukan secara konsisten, mengingat risiko inflasi ke depan masih sangat tinggi, terutama terkait bencana kekeringan sebagai dampak gejala el nino yang melanda sebagai wilayah di Indonesia," tambahnya.
Selain itu, tambah Mawardi, perlu ada terobosan khusus agar pasokan pangan terjaga dan harga terkendali, mengingat Kaltim masih menggantungkan sebagian sumber bahan makanan dari daerah lain, terutama dari Jawa dan Sulawesi.
Ia menambahkan upaya TPID dan pemerintah daerah tidak berhenti dengan hanya meredam gejolak harga pangan pada periode tertentu, karena faktor distribusi dan tata niaga pangan juga perlu ditingkatkan.
"Perlu diingat bahwa sumber tekanan inflasi Kaltim saat ini tidak hanya berasal dari komoditas pangan, melainkan dari komoditas nonpangan, seperti jasa pendidikan, transportasi, properti dan jasa-jasa lainnya," jelasnya.
Sementara itu, ekspektasi masyarakat sebagai konsumen perlu terus dijaga, mengingat di tengah perekonomian yang menurun, konsumsi dipandang masih cukup tinggi.
Berdasarkan survei konsumen yang dilakukan BI Kaltim, mencatat indeks keyakinan konsumen masih cukup tinggi, bahkan meningkat dari 106,3 pada Juni menjadi 111,7 pada Juli 2015. (*)