Balikpapan (ANTARA) - Pemerintah berkomitmen mengoptimalkan penyaluran bantuan langsung tunai (BLT) desa, yang merupakan salah satu program perlindungan sosial dan bagian dari pemulihan ekonomi nasional (PEN) di masa wabah COVID-19 ini.
“Diharapkan, bantuan ini dapat meringankan beban masyarakat miskin di tengah kebijakan pengetatan mobilitas,” kata Wakil Menteri (Wamen) Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia Budi Arie Setiadi dalam siaran pers dan dialog Media Center Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) yang diterima di Balikpapan, Kamis.
Guna mempercepat penyaluran BLT desa, pemerintah melakukan pemetaan terhadap 75 ribu desa seluruh Indonesia, serta memberikan keleluasaan bagi daerah dalam mengatur pemberian BLT desa.
Untuk BLT desa ini, setiap keluarga menerima Rp300 ribu per keluarga penerima manfaat (KPM) per bulan selama 12 bulan. Syarat penerimanya yaitu keluarga miskin atau tidak mampu di desa yang terdampak wabah COVID-19.
Kriteria keluarga miskin yang dimaksud adalah kehilangan mata pencaharian, belum terdata sebagai penerima bantuan mempunyai anggota keluarga yang rentan sakit kronis, dan keluarga miskin penerima Jaring Pengaman Sosial (JPS) lainnya yang terhenti baik yang bersumber dari APBD atau APBN.
“Jadi kepala desa kami harapkan dapat menyesuaikan jumlah KPM agar bantuan bisa disalurkan lebih cepat,” kata Wamen Budi Arie Setiadi.
Wamen menambahkan, kebijakan BLT dana desa berperan sebagai jaring pengaman sosial, untuk menopang daya beli masyarakat agar perekonomian desa tetap produktif dan bergerak.
Penyerapan BLT dana desa 2021 sejauh ini per 17 Agustus 2021 telah tersalurkan sebanyak 55 persen dari pagu sebesar Rp72 triliun.
Penerima BLT dana desa adalah keluarga miskin non program keluarga harapan, bantuan pangan non-tunai, yang kehilangan mata pencaharian, mempunyai anggota keluarga yang rentan sakit kronis, belum terdata (exclusion error), serta keluarga miskin penerima jaring pengaman sosial (JPS) lainnya yang terhenti baik yang bersumber dari APBD atau dari APBN.
Pendataan dilakukan oleh kepala desa dan jumlah penerima manfaat dapat ditambah sebagai respon atas perkembangan kondisi ekonomi rakyat. Penambahan tersebut diputuskan atas dasar musyawarah desa,” ungkap Budi.