Samarinda (ANTARA) - Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur menggelar rapat evaluasi kematian ibu dan anak atau Audit Maternal Perinatal Surveillance and Response (AMPSR) di Samarinda, 24-26 November 2024, sebagai upaya menekan angka kematian.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur Jaya Mualimin di Samarinda, Selasa, menyatakan bahwa angka kematian ibu dan neonatal di Indonesia memang menurun dalam dekade terakhir, namun angkanya masih tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara.
"Berdasarkan hasil Long Form Survei Penduduk (SP) 2020, Angka Kematian Ibu (AKI) saat ini sebesar 189 per 100.000 kelahiran hidup. Artinya, setiap 100.000 kelahiran hidup, terdapat 189 kasus kematian ibu saat hamil, melahirkan, atau nifas," ujarnya.
Meskipun angka ini telah menurun 45 persen jika dibandingkan dengan SP 2010 dan SP 2015, Indonesia masih harus mengejar target dari tujuan pembangunan berkelanjutan untuk menurunkan angka kematian ibu hingga 70 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030.
"Untuk Provinsi Kalimantan Timur sendiri, hingga Oktober 2024, tercatat 57 kasus kematian ibu, 394 kematian neonatal, 464 kematian bayi, dan 699 kematian perinatal," ungkap Jaya.
Tingginya angka kematian ini menjadi perhatian serius bagi Dinas Kesehatan Kalimantan Timur. Berbagai upaya telah dilakukan, termasuk pengkajian maternal dan perinatal sebagai rekomendasi global dalam upaya penurunan kematian ibu, bayi baru lahir, dan lahir mati.
"Pemerintah Indonesia telah menerapkan pengkajian maternal dan perinatal sejak tahun 1994, dan pedoman Audit Maternal dan Perinatal (AMP) telah diperbarui sebanyak dua kali," kata Jaya.
Namun, pelaksanaan AMP di setiap kabupaten/kota masih bervariasi, bahkan beberapa daerah tidak melaksanakannya. Pengkajian kematian juga baru sebatas pada kematian ibu dan sebagian kecil perinatal. Prosedur dan standar yang ada belum sepenuhnya diterapkan, terutama dalam pemilihan kasus yang dikaji.
Selain itu, rekomendasi yang dihasilkan dari pengkajian tersebut belum diterjemahkan dengan tepat dalam rencana perbaikan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir.
"Hal ini menyebabkan proses perencanaan kegiatan untuk menyelesaikan permasalahan menjadi tidak tepat," kata Jaya.
Melalui rapat evaluasi ini, Dinas Kesehatan Kaltim berharap dapat meningkatkan kualitas pelayanan maternal dan neonatal, serta menekan angka kematian ibu, neonatal, bayi, dan balita.
"Kami berharap pertemuan ini dapat menjadi momentum untuk memperbaiki kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak di Kalimantan Timur," cakap Jaya.
Rapat evaluasi tersebut dihadiri oleh berbagai pihak terkait, antara lain Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Provinsi Kaltim, Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Provinsi Kaltim, perwakilan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota se-Kalimantan Timur, dan Rumah Sakit di Kaltim.