Samarinda (ANTARA) -
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur berupaya untuk terus meningkatkan akses pendidikan bagi seluruh anak di wilayahnya, terutama di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
"Kami terus berupaya mengatasi berbagai tantangan dalam pemerataan akses pendidikan, khususnya di daerah 3T," kata Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Sekretariat Daerah Provinsi Kaltim Dasmiah dalam rapat koordinasi membahas capaian kinerja pendidikan di Samarinda, Kamis.
Dasmiah menjelaskan, salah satu kendala utama adalah keterbatasan anggaran sekolah di wilayah tersebut.
Menurut dia, sekolah di daerah 3T, seperti di Mahakam Ulu dan Kutai Barat, memiliki jumlah siswa yang sedikit. Dengan dana BOS yang terbatas, mereka kesulitan untuk memenuhi kebutuhan operasional dan mengembangkan sekolah.
Ia mencontohkan ada sekolah di daerah 3T yang hanya memiliki 60 siswa. Dengan jumlah siswa yang sedikit, dana BOS yang diterima sekolah juga terbatas, sehingga tidak cukup untuk membiayai operasional sekolah dan menyediakan kebutuhan bagi siswa miskin.
"Sekolah tersebut ingin berkembang, tetapi terkendala keterbatasan anggaran. Mereka kesulitan untuk membelikan perlengkapan sekolah bagi siswa yang tidak mampu," jelasnya.
Dasmiah menekankan perlunya sinergi bersama untuk memastikan sekolah-sekolah di daerah 3T mendapatkan dukungan yang memadai.
Ia berharap melalui rakor itu tercetus program khusus ke depan yang memperhatikan kondisi sekolah dengan jumlah siswa sedikit di daerah 3T.
Selain fokus pada peningkatan akses pendidikan di daerah 3T, pemerintah juga memberikan perhatian serius terhadap penanganan anak putus sekolah dan penyandang disabilitas.
Dasmiah menyebutkan bahwa angka putus sekolah di Kaltim masih menjadi perhatian. "Masalah putus sekolah ini kompleks. Salah satu penyebabnya adalah kondisi ekonomi keluarga," ungkapnya.
Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah provinsi telah membentuk tim khusus yang bertugas mengidentifikasi dan menangani kasus putus sekolah. Tim ini akan melakukan pendataan dan pemetaan untuk mengetahui penyebab putus sekolah dan merumuskan solusi yang tepat.
"Kita perlu mengetahui secara detail penyebab anak putus sekolah. Apakah karena faktor ekonomi, sosial, atau akademik. Dengan begitu, kita bisa merumuskan intervensi yang tepat sasaran," jelas Dasmiah.
Terkait dengan penyandang disabilitas, ia menyampaikan bahwa pemerintah provinsi menargetkan 100 persen anak disabilitas mendapatkan akses pendidikan. Namun, hingga saat ini, capaiannya baru 50 persen.
"Salah satu penyebab rendahnya capaian tersebut adalah putus sekolah. Banyak anak disabilitas yang putus sekolah karena berbagai faktor, seperti keterbatasan fisik, minimnya fasilitas pendukung, dan stigma negatif dari masyarakat," ujarnya.
Untuk meningkatkan akses pendidikan bagi anak disabilitas, pemerintah provinsi akan melakukan berbagai upaya, di antaranya meningkatkan ketersediaan fasilitas pendukung di sekolah, seperti ruang kelas khusus, toilet disabilitas, dan alat bantu belajar.
Kemudian, memberikan pelatihan bagi guru dalam menangani anak disabilitas, dan melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat untuk menghapus stigma negatif terhadap disabilitas.