Samarinda (ANTARA) - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur (Kaltim) akhirnya membayarkan ganti rugi lahan warga Kota Samarinda yang dijadikan sebagai jalan provinsi, tepatnya Jalan Nursyiwan Ismail di kawasan Ring Road II Samarinda.
Kepala Dinas PUPR dan Pera Provinsi Kaltim, Aji Muhammad Fitra Firnanda, menjelaskan pihaknya telah mengalokasikan anggaran pada APBD 2023 sebesar Rp99 miliar, ditambah pada APBD Perubahan 2023 sebesar Rp23 miliar.
“Pada awalnya pembayaran akan dilakukan melalui APBD-Perubahan 2023, namun atas arahan Gubernur Kaltim, pembayarannya bisa dilakukan sebelum Oktober 2023,” ungkapnya dalam keterangan di Samarinda, Senin.
Ia mengatakan pembayaran ganti rugi sudah dilakukan pada Rabu (27/9/2023). Tahap 1 pembayaran diberikan untuk uang ganti rugi dengan luas 4,9 hektare dari total 7,5 hektare, yaitu untuk 45 bidang tanah kepada 30 orang dengan total realisasi Rp 75,4 miliar.
“Sedangkan untuk tahap 2 seluas 2,6 hektare, akan segera diselesaikan setelah ini. Saat ini sedang kami proses,” ucapnya.
Kebijakan Pemprov Kaltim tersebut dilakukan karena warga pemilik lahan di Jalan Nusyirwan Ismail atau kawasan Ring Road II melakukan tuntutan pembayaran dan warga sempat menutup akses jalan yang menghubungkan Jalan Suryanata dan Jalan Jakarta itu.
Pemprov akhirnya mengambil sikap tegas dengan melakukan pembayaran lahan warga setelah mengubah status jalan menjadi status jalan provinsi yang baru melalui Surat Keputusan Gubernur Tahun 2023. Pemprov Kaltim memberikan istilah ganti untung untuk pembayaran lahan warga tersebut.
Untuk diketahui, Jalan Nusyirwan Ismail atau kawasan Ring Road II awalnya non-status. Saat itu jalan dibangun dengan dana APBN sekitar tahun 2012. Sedangkan, pembebasan lahannya disanggupi Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda. Tapi pembayaran ganti rugi itu tidak pernah terjadi.
“Karena rumitnya masalah ini, akhirnya kita ambil alih. Alhamdulillah, saya mendapat laporan, sudah dilakukan pembayaran untuk tahap 1,” kata Isran Noor saat masih menjabat sebagai Gubernur Kaltim.
Pembayaran tersebut dilakukan melalui Dinas PUPR dan Pera Provinsi Kaltim. Pembayaran bisa dilakukan setelah perubahan status jalan. Dalam kondisi non-status, Pemprov Kaltim tidak mungkin membayar karena bertentangan dengan aturan hukum.
Trase jalan tersebut sangat strategis dimanfaatkan oleh masyarakat umum maupun pelaku usaha. Ruas jalan tersebut juga menjadi lalu lintas angkut barang, termasuk kebutuhan pokok.
"Penutupan jalan oleh masyarakat akan menyebabkan gangguan distribusi barang pokok dan berpotensi menyebabkan inflasi," kata Isran Noor.