Samarinda (ANTARA Kaltim) - Pemerintah pusat melalui kementerian terkait mengingatkan pemerintah kabupaten/kota di Kalimantan Timur agar segera menyerahkan kewenangan pengelolaan terminal tipe B kepada pemerintah provinsi.
"Mulai sekarang sebaiknya kabupaten/kota mengatur jadwal dan prosesnya untuk penyerahan terminal tipe B kepada Pemprov Kaltim, karena jika mulai Januari 2017 tapi belum juga diserahkan, maka akan dikenai sanksi," ujar Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah II Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Kemendagri Sugiyono di Samarinda, Kamis.
Ia mengemukakan hal itu ketika menjadi pembicara pada seminar sehari dalam rangkaian Hari Perhubungan di Kantor Gubernur Kaltim, yang dihadiri perwakilan Dinas Perhubungan kabupaten/kota se-Kaltim.
Pihak berwenang di kabupaten/kota diundang dalam seminar itu agar mereka segera menyiapkan proses penyerahan kewenangan terminal B kepada provinsi.
Apalagi, Pemprov Kaltim pada 8 Oktober 2016 sudah menyerahkan kewenangan terminal tipe A kepada pemerintah pusat, sehingga saat ini Kaltim belum memiliki kewenangan mengurus terminal sampai adanya penyerahan dari kabupaten/kota.
Menurut Sugiyono, penyerahan kewenangan ini merupakan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sehingga harus dipatuhi seluruh daerah.
Mulai Januari 2017, lanjutnya, semua urusan mengenai terminal B harus sudah ditangani oleh provinsi.
"Jika belum diserahkan dan kemudian terjadi masalah di terminal tersebut, maka yang akan disalahkan adalah kabupaten/kota karena belum menyerahkan kewenangannya," tambah Sugiyono.
Berdasarkan UU tersebut, terutama pada pasal 24, pemetaan urusan perhubungan merupakan urusan Kementerian Perhubungan dan pemerintah daerah.
Dalam hal ini, terminal tipe A menjadi kewenangan pemerintah pusat, terminal tipe B kewenangan provinsi, dan terminal tipe C kewenangan kabupaten/kota.
Hasil pemetaan kemudian ditetapkan dengan peraturan menteri setelah mendapat rekomendasi dari Menteri Dalam Negeri. Selanjutnya, pemetaan urusan dan pembinaan kepada daerah dikoordinasikan oleh Mendagri untuk menentukan berbagai hal.
Seperti untuk menentukan intensitas urusan pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar yang berdasarkan pada jumlah penduduk, besaran APBD, dan berdasarkan luas wilayah.
"Dalam pengembangan atau pembangunannya, apabila dana dari APBN tidak mencukupi karena banyaknya pembangunan lain, maka bisa melakukan kerja sama dengan beberapa pihak, seperti pola kerja sama antardaerah maupun menarik investor untuk pembangunannya," kata Sugiyono.(*)