Samarinda (ANTARA News) - Kasus illegal mining pada pematangan lahan percobaan fakultas pertanian Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda mencerminkan bahwa universitas negeri terbesar di Kaltim itu belum siap jadi BHP (Badan Hukum Pendidikan).
"Kasus ini menjadi pertanda bahwa masih lemahnya pengawasan rektor terhadap proyek-proyek yang digulirkan," kata Presiden BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Unmul, Ismoyo Yudha Lukito di Samarinda, Selasa.
Kasus itu mengungkapkan bahwa pihak rektorat tidak berniat untuk melakukan transparansi dalam berbagai proyek yang digulirkan terhadap civitas akademik terutama pada mahasiswa.
"Kelemahan pengawasan, tidak adanya transparansi, lemahnya manajemen, fasilitas yang tidak memadai di kampus serta berbagai kelemahan lainnya menjadi pertanda bahwa Unmul belum siap melaksanakan BHP," katanya menegaskan.
"Melihat kasus ini, maka kami tegaskan bahwa selesaikan dahulu kasus illegal mining dan benahi dulu kampus baru kemudian menuju ke BHP," imbuh dia.
Kasus berawal dari kerjasama KNPI Kaltim dan Unmul Samarinda untuk penelitian pada rumah kaca (green house) pada 2009 itu telah menyeret dekan Fakultas Pertanian (Faperta) Unmul menjadi tersangka bahkan beberapa hari lalu sudah ditahan polisi.
"Penahanan terhadap dekan fakultas pertanian menjadi pertanda bahwa ternyata pihak rektorat Unmul tidak memiliki ketegasan dalam menuntaskan permasalah hanya sibuk proses penerapan BHP," papar dia.
Padahal, katanya menerangkan bahwa sudah bukan rahasia lagi bahwa penerapan itu hanya sebagai kedok untuk memuluskan ambisi rektor untuk naik kembali menjadi rektor yang kedua kalinya dan menghalangi pelaksanaan pemilihan rektor sesuai Permendiknas no.67/2008 yang membatasi calon rektor hanya sampai umur 61 tahun yang teruang dalam pasal 4 ayat (2).
Kasus yang kini menyita perhatian publik di Kaltim itu berawal dari kerjasama Unmul dengan KNPI untuk membangun green house di atas lahan kebun percobaan Faperta Unmul mencapai 121.015m2 dengan tujuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan seputar pertanian.
Setelah bukit di kawasan itu dibabat, ternyata memiliki deposit batu bara. Kegiatan untuk membuang batu, tanah dan batu bara dari lokasi tersebut adalah hal yang wajar.
Kegiatan yang tidak wajar adalah "land clearing" itu diikuti dengan pengerukan batu bara untuk kegiatan bisnis tanpa izin serta lalu-lalangnya truk-truk yang mengeluarkan "fosil minyak" dari kawasan penelitian universitas negeri pertama dan tertua di Kaltim tersebut.
"Menurut kami jangan hanya menahan dekan Faperta akan tetapi rektor Unmul harus diminta pertanggungjawaban secara hukum bukan cuci tangan terhadap kasus itu," katanya.
