Balikpapan (ANTARA) - Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Kalimantan Timur merampungkan pemeriksaan atas laporan masyarakat terkait Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) di Kabupaten Berau atau honorarium pegawai. Hasilnya, ditemukan adanya selisih kurang bayar seluruhnya Rp2 miliar yang seharusnya diterima 126 tenaga kesehatan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di lingkungan Dinas Kesehatan setempat.
"Tenaga kesehatan yang terdampak berasal dari tujuh jabatan fungsional, meliputi dokter, perawat, bidan, tenaga gizi, sanitarian, analis kesehatan atau laboratorium, serta tenaga kefarmasian terdiri dari apoteker dan asisten apoteker. Mereka sudah aktif bertugas di puskesmas dan rumah sakit daerah sejak pertengahan tahun, namun tambahan penghasilan belum diterima penuh," kata Kepala Perwakilan Ombudsman RI Kaltim, Mulyadin di Balikpapan, Rabu.
Dia menjelaskan, Ombudsman melakukan pemeriksaan sejak 11 September hingga 2 Desember 2025, menyusul 82 laporan masyarakat yang masuk ke Ombudsman.
Tim pemeriksa melakukan tujuh kali permintaan informasi dan klarifikasi kepada sejumlah pihak, termasuk Asisten III Sekretariat Daerah, Inspektorat, Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM), Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda), serta Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).
"Temuan ini terkait dugaan maladministrasi pengabaian kewajiban hukum Pemerintah Kabupaten Berau. Pemberian 80 persen TPP CPNS jabatan fungsional tidak diatur dalam Peraturan Bupati Nomor 27 Tahun 2024, sehingga tidak sesuai dengan ketentuan Kementerian Dalam Negeri,” ujarnya.
Mulyadin menambahkan, selain itu, tim pemeriksa menemukan kelalaian dalam penyusunan Surat Keputusan Bupati Nomor 242 Tahun 2024 yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Kesalahan konsideran dan cacat substansi membuat dasar hukum pemberian TPP tidak valid.
Menurutnya, dampak dari ketidaksesuaian regulasi tersebut adalah adanya selisih kurang bayar sebesar Rp2,016 miliar untuk periode Juni hingga Desember 2025. Pemkab Berau wajib melakukan pengakuan utang dan penyesuaian regulasi agar sesuai dengan peraturan perundangan.
Lanjutnya, Ombudsman juga meminta agar dokumen pengakuan utang direview terlebih dahulu oleh Inspektorat sebelum dialokasikan dalam anggaran. Penyelesaian dapat dilakukan sekaligus dalam satu tahun anggaran atau bertahap sesuai kemampuan keuangan daerah, sebagaimana diatur dalam Peraturan Bupati Nomor 13 Tahun 2025 tentang Tata Cara Penyelesaian Utang Daerah.
Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan Ombudsman, Dwi Farisa Putra Wibowo, menambahkan bahwa temuan maladministrasi tersebut berdampak langsung pada motivasi kerja tenaga kesehatan.
“Hak mereka tertunda, sementara beban kerja tetap berjalan. Hal ini menimbulkan rasa tidak adil,” katanya.
LAHP Ombudsman diserahkan langsung kepada Asisten III Sekretariat Daerah Berau, Maulidiyah, didampingi Inspektorat, Bagian Organisasi, Bagian Hukum, dan BPKAD.
“Kami menerima LAHP ini dan akan menyampaikan kepada Ibu Bupati. Semoga momentum ini memperbaiki tata kelola kepegawaian dan keuangan daerah,” ujarnya.
Dengan temuan tersebut, Ombudsman berharap Pemerintah Kabupaten Berau segera menindaklanjuti rekomendasi agar hak tenaga kesehatan CPNS dapat dipenuhi. Transparansi dan akuntabilitas diharapkan menjadi prinsip utama dalam pengelolaan keuangan daerah, sehingga kasus serupa tidak terulang di masa mendatang.
