Samarinda (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) melakukan pemberdayaan di berbagai sendi kehidupan baik ekonomi, sosial dan budaya terhadap 206 komunitas masyarakat adat, sebagai upaya menguatkan kapasitas mereka untuk berperan dalam pembangunan.
"Selain memberdayakan, kami juga melakukan pembinaan terhadap komunitas masyarakat adat agar peran mereka semakin kuat dalam mewarnai pembangunan," ujar Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Kaltim Puguh Harjanto di Samarinda, Selasa.
Sepanjang 2021 sampai 2024 misalnya, DPMPD Kaltim telah melakukan fasilitasi percepatan pengakuan dan pemberdayaan kepada mereka, seperti sebanyak 204 masyarakat adat yang berasal dari 88 komunitas, diberikan penguatan peningkatan kapasitas kelembagaan.
Kemudian penguatan kapasitas bagi masyarakat hukum adat (MHA) dalam penyusunan data etnografi sebagai syarat mendapatkan pengakuan, penguatan panitia MHA kabupaten/kota, pelatihan paralegal (bantuan hukum), penguatan pelestarian adat dan budaya.
Berikutnya adalah pemberian penguatan ekonomi masyarakat adat, advokasi penyempurnaan dokumen pengakuan MHA, dialog bersama komunitas masyarakat adat se- Kaltim, rapat kerja teknis pemberdayaan MHA, dan pendampingan verifikasi teknis pengakuan MHA.
Ia juga mengatakan bahwa Provinsi Kaltim telah memiliki regulasi dalam perlindungan MHA, yakni Perda Nomor 1/2015 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan MHA, sehingga perda ini pun menjadi rujukan bagi pemerintah kabupaten maupun kota dalam memberikan pengakuan dan perlindungan bagi mereka.
"Saat ini tercatat ada 206 komunitas masyarakat adat di Kaltim. Dari 206 komunitas tersebut, sebanyak tujuh komunitas telah mendapatkan surat keputusan (SK) Pengakuan dan Perlindungan sebagai MHA dari bupati di masing-masing wilayah," katanya.
Sebanyak tujuh MHA itu adalah MHA Mului dan MHA Paring Sumpit di Kabupaten Paser, kemudian ada lima MHA di Kabupaten Kutai Barat, yakni MHA Benuaq Telimuk, MHA Benuaq Madjaun, MHA Bahau Uma Luha, MHA Peninyau Benuaq, dan MHA Tonyoi Juaq Asa.
Sehari sebelumnya, saat menjadi narasumber dalam Rakernas Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) ke- 8 di Desa Kedang Ipil, Kecamatan Kota Bangun Darat, Kabupaten Kutai Kartanegara, ia menyatakan komitmen untuk terus membina masyarakat adat sesuai kewenangan yang dimiliki.
"Dalam Permendagri Nomor 52/2014 tentang Pedoman Pengakuan MHA, disebutkan bahwa pemerintah provinsi memiliki kewenangan memberikan pembinaan dan pengawasan, sedangkan untuk SK Pengakuan MHA diberikan oleh bupati atau wali kota," katanya.