Balikpapan (ANTARA) - Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni melepas kembali enam orangutan dari yayasan Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF), Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur menuju habitat alaminya setelah dilakukan rehabilitasi.
"Mereka dilepas di Hutan Kehje Sewen, Muara Wahau, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, pada Senin (21/4)," ujar Menhut dalam kunjungan di Balikpapan, Selasa.
Raja Juli menegaskan, pelepasan kembali orangutan merupakan hasil kolaborasi pemangku kepentingan baik dari pemerintah pusat, Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA), Pemerintah Provinsi Kaltim, BOSF serta mitra dari pihak swasta.
"Mereka bekerja sama menyelamatkan orangutan sebagai salah satu primata yang terancam punah akibat kerusakan lingkungan,” kata Raja Juli dalam keterangannya di lokasi pelepasan.
Proses konservasi, menurutnya, tidak bisa dipisahkan dari upaya menjaga kelestarian hutan sebagai habitat asli satwa, termasuk orangutan.
Raja Juli mengaku dilematis dengan pelepasan tersebut karena merasa bahagia mengembalikan primata itu ke habitat aslinya, sekaligus gambaran akan kerusakan habitat mereka sebelumnya.
"Dilema itu menjadi tantangan buat kami, ke depan harus lebih serius menjaga hutan agar tidak semakin banyak individu yang harus direhabilitasi seperti yang dilakukan BOSF,” ujarnya.
Dia melanjutkan, dalam proses rehabilitasi, orangutan menerima perawatan medis, pemulihan kondisi fisik dan mental, serta pelatihan bertahan hidup di alam liar sebelum akhirnya dinyatakan layak dilepas.
Menteri Raja Juli juga menyampaikan pemerintah akan memperkuat regulasi dalam perlindungan satwa liar dan kawasan hutan, sembari tetap mendukung pembangunan nasional.
“Pembangunan penting untuk kesejahteraan rakyat, tapi alam juga harus dijaga. Keseimbangan itu harus kita wujudkan karena alam adalah anugerah dari Tuhan yang harus dijaga,” ujarnya.
Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas’ud yang turut hadir menyebut pelepasan orangutan menjadi simbol kolaborasi nyata antara pemerintah dan lembaga konservasi dalam menjaga spesies endemik Kaltim.
“Itu bukti nyata komitmen bersama bisa melahirkan dampak besar, bukan hanya bagi konservasi orangutan tapi juga keberlanjutan ekosistem dalam pembangunan daerah,” kata Rudy.
Sementara, CEO BOSF Jamartin Sihite menyebut dari total 350 orangutan yang masih berada dalam proses rehabilitasi BOSF di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah, sebanyak 100 individu tidak memungkinkan untuk dilepas karena kondisi fisik atau perilaku.
Baca juga: BOSF bisa berhemat dengan gunakan panel surya
“Sebanyak 90 persen orangutan yang kami tangani merupakan korban konflik dengan manusia, sebagian lainnya hasil peliharaan ilegal atau ditemukan di pinggir jalan, kawasan tambang, dan wilayah terdampak pembangunan,” katanya.
Adapun enam individu orangutan yang dilepas terdiri atas tiga jantan dan tiga betina, masing-masing bernama Sie Sie, Siti, Bugis, Uli, Mikhayla, dan Mori.

Satu individu bernama Mikhayla merupakan orangutan betina berusia 10 tahun, secara simbolis dilepaskan langsung oleh Menteri Raja Juli Antoni. Mikhayla adalah kandidat termuda dalam pelepasan itu.
Mikhayla pertama kali ditemukan temukan pada 12 Januari 2025 di Jalan Poros Sangatta-Bengalon, kawasan konsesi pertambangan PT Kaltim Prima Coal
"Saat diselamatkan, kondisinya sangat kurus. Setelah menjalani rehabilitasi intensif, dia siap kembali ke alam,” ujar Jamartin.
Dia menambahkan pelepasan itu tanpa rehabilitasi berisiko tinggi yang menyebabkan kematian orangutan karena tidak siap beradaptasi di alam liar. “Kalau itu terjadi, bukan hanya nama BOSF yang tercoreng, tapi juga nama baik Indonesia di mata dunia,” katanya.
Pasca pelepasan, seluruh orangutan akan dipantau secara intensif selama tiga bulan pertama untuk memastikan mereka mampu bertahan hidup di habitat barunya. Masa pemantauan kemudian dilanjutkan hingga satu tahun sebelum dinyatakan benar-benar mandiri.
“Kami tetap melakukan patroli rutin dan menggunakan teknologi telemetri yang ditanam di bawah kulit untuk melacak pergerakan mereka. Namun karena medan di Hutan Kehje Sewen berbukit, sinyal terkadang terhalang dan membuat pemantauan sedikit terhambat,” tutur Jamartin.
Hutan Kehje Sewen merupakan salah satu kawasan hutan restorasi yang dikelola BOSF bersama mitra swasta untuk keperluan pelepasan orangutan. Kawasan itu telah menjadi rumah bagi puluhan individu orangutan hasil rehabilitasi sejak program pelepasan dilakukan pertama kali.
BOSF telah menjadi mitra strategis pemerintah dalam konservasi orangutan sejak dua dekade terakhir. Selain melakukan rehabilitasi, BOSF juga aktif dalam edukasi masyarakat dan penelitian konservasi spesies langka.
Untuk mencapai lokasi tersebut, membutuhkan waktu hingga 20 jam, tim menggunakan berbagai sarana transportasi, mulai dari kendaraan berpenggerak empat roda, perahu, hingga tenaga pengangkut untuk membawa kandang transport berisi orangutan ke titik pelepasliaran di hutan.
Baca juga: OIKN-BOSF kolaborasi kembangkan kawasan lindung Kota Nusantara Samboja