Samarinda (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah mempersiapkan regulasi dalam bentuk Peraturan Gubernur (Pergub) sebagai landasan hukum dalam pengembangan desa wisata di wilayah Kalimantan Timur.
Sekretaris Daerah Provinsi Kaltim, Sri Wahyuni di Samarinda, Senin, menjelaskan kewenangan utama atas desa wisata berada di pemerintah kabupaten/kota, namun pemerintah provinsi tetap memiliki peran penting dalam melakukan pembinaan dan fasilitasi sesuai dengan kewenangan.
“Kita ingin meletakkan dasar atau fondasi yang kuat bagi pemerintah daerah dalam membina dan mengembangkan desa wisata. Karena itu, regulasi dalam bentuk Pergub menjadi penting untuk memberikan arah dan standar yang jelas,” kata Sri Wahyuni.
Lebih lanjut, Sri Wahyuni menjelaskan bahwa dalam regulasi tersebut akan diatur mengenai identifikasi dan kriteria desa wisata, termasuk standar kategori desa wisata yang ada, seperti desa wisata rintisan, berkembang, maju, dan mandiri.
“Kriteria ini penting untuk menentukan status sebuah desa. Apakah layak disebut desa wisata, dan jika iya, masuk dalam kategori apa. Ini akan menjadi pedoman dalam proses pembinaan dan penganggaran,” jelasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya surat keputusan (SK) dari kepala daerah dalam menetapkan status desa wisata. Menurutnya, tanpa SK Bupati/Wali Kota, intervensi dalam bentuk program maupun penganggaran dari dinas pariwisata menjadi sulit dilakukan.
“Saya masih ingat, ada beberapa daerah yang tidak bisa leluasa mengembangkan desa wisata karena belum ada SK penetapan. Padahal SK itu penting sebagai dasar hukum untuk melakukan pembinaan, termasuk dari sisi anggaran,” tegasnya.
Selain aspek regulasi pemerintah provinsi juga memiliki kewenangan untuk melakukan koordinasi lintas sektoral baik secara vertikal dengan kementerian maupun horizontal dengan antarprovinsi dan lembaga lain seperti Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN).
“Pak Gubernur Kaltim, Rudy Mas’ud, beberapa waktu lalu juga telah berdiskusi dengan Kepala Otorita IKN, Basuki Hadimuljono, agar koneksi antara wilayah Kaltim dan IKN bisa lebih mudah. Ini membuka peluang kerja sama pariwisata lintas wilayah bahkan antarprovinsi,” tambahnya.
Sri Wahyuni menekankan bahwa fungsi pembinaan yang dilakukan Pemprov Kaltim tidak hanya sebatas pelatihan atau peningkatan kapasitas, tetapi juga menyasar peningkatan tiga aspek penting dalam pengembangan pariwisata, yaitu atraksi, amenitas, dan aksesibilitas (3A), serta peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM).
“Fasilitasi dari pemerintah provinsi harus mampu mendorong desa wisata untuk tumbuh dan berkembang. Bukan hanya sekadar menjalankan program, tapi harus ada target yang jelas, baik jangka pendek maupun jangka menengah,” katanya.
Pemprov Kaltim sendiri saat ini sedang menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029. Dalam rencana tersebut, pengembangan desa wisata menjadi salah satu fokus yang akan ditargetkan secara terukur tidak hanya dari sisi jumlah desa wisata, tapi juga dari sisi kualitas pertumbuhannya.
“Target kita ke depan bukan hanya berapa desa wisata yang ada, tapi bagaimana kualitasnya meningkat. Kita ingin desa wisata di Kaltim menjadi mandiri dan benar-benar bisa mensejahterakan masyarakatnya,” tutup Sri Wahyuni.