Balikpapan (ANTARA) - Polda Kalimantan Timur (Kaltim) terus menyelidiki kasus dugaan pemalsuan tanda tangan nasabah oleh oknum pejabat pada salah satu bank pemerintah di Kota Balikpapan, Kaltim, yakni IK selaku pejabat lelang dan AR selaku pimpinan.
“Kami masih meminta keterangan pelapor dan keterangan pendukung lainnya,” kata Kepala Sub Direktorat Harta Benda Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Kalimantan Timur (Kasubdit Harda Ditreskrimum Polda Kaltim AKBP Harun, di Balikpapan, Jumat.
Ia menyampaikan pihaknya menerima laporan tersebut pada 24 Mei 2023, dan mulai meminta keterangan dari pelapor pada 12 Juni lalu, serta menyerahkan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP) kepada nasabah bank Surianti selaku pelapor.
Sebelumnya nasabah Surianti (47), warga Kelurahan Sepinggan, Kecamatan Balikpapan Selatan, menduga terjadi pemalsuan tanda tangan tersebut oleh oknum pejabat bank tersebut pada surat peringatan (SP) I,II dan III dalam perkara utang piutang antara kedua belah pihak.
Pada kesempatan terpisah, Surianti menuturkan, dirinya terlibat urusan utang-piutang dalam perkara pinjaman kredit di BRI untuk pembelian satu unit ruko tiga lantai di Kelurahan Sepinggan, sekaligus juga untuk modal usaha.
Bank menawari Surianti karena selama ini memiliki jejak rekam yang bagus dalam membayar kredit sebelum ini.
“Kami ditawari ikut lelang rumah tersebut. Itu pun awalnya rumah yang dilelang itu belum berbentuk rumah atau belum jadi, hanya berupa pilar-pilar,” cerita Surianti.
Kemudian terjadi wabah COVID-19 mengakibatkan usaha bengkelnya mengalami penurunan omset, yang ujungnya juga berdampak pada kemampuan Surianti mengangsur hutangnya di bank tersebut.
“Oleh karena itu kami datang ke bank untuk meminta keringanan pembayaran angsuran, yang semula lima tahun, kami minta diperpanjang menjadi 10 tahun dengan jumlah cicilan bulanan diringankan.” ujarnya.
Namun, kata dia, dalam upaya untuk meminta keringanan angsuran tersebut, berulangkali pejabat bank yang bersangkutan selalu tidak bisa ditemui, sehingga urusan utang-piutang ini menjadi mengambang dan tidak jelas.
Di tengah ketidakjelasan itulah, kata Surianti, pihaknya malah didatangi petugas lelang pada 10 Mei 2023 yang menyampaikan bahwa dirinya sudah mendapatkan SP yang dikirimkan melalui jasa PT Posindo sebanyak tiga kali.
.
“Padahal, kami sama sekali tidak pernah menerima surat-surat tersebut, apalagi mau menandatangani kerja sama itu,” ujarnya seraya memperlihatkan salinan tiga lembar Surat Peringatan (SP) yang diberikan pihak bank.
"SP pertama tanggal 1 April 2020 yang dibubuhi tanda tangannya tanpa nama terang, mirip tandatangan saya. Tapi itu jelas bukan tandatangan saya. Cuma mirip, ini kan jelas ada pemalsuan, seolah-olah saya menerima surat peringatan itu,” kata Surianti.
Sedangkan pada SP II dan III, tidak ada tanda tangan, hanya paraf. “Nah itu juga bukan paraf kepunyaan saya,” tegasnya.
Oleh karena itu, Surianti menolak lelang tersebut dan melakukan gugatan di Pengadilan Negeri Balikpapan dan berproses hingga Pengadilan Tinggi di Samarinda, namun keduanya gagal.
Ia pun terus melanjutkan ke tingkat kasasi ke Mahkamah Agung (MA) dan masih berlangsung sampai saat ini.
Saat masih menunggu keputusan MA inilah ia mendapat surat untuk pengosongan aset selambatnya pada 12 Juli 2023 karena akan dilakukan sita eksekusi.
“Saya heran, kok serba tiba-tiba semuanya. Kami seperti dipojokkan supaya nggak punya banyak waktu. Namun demikian saya terus berjuang untuk mempertahankan bangunan ruko miliknya tersebut.
Dua unit bangunan milik Suarianti yang disita itu, masing-masing berupa rumah toko (ruko) di Jalan Sepinggan Baru, Kelurahan Sepinggan, Balikpapan Selatan, dan satu unit rumah di Jalan Perusda Merah Delima V, Kelurahan Sepinggan Baru, Balikpapan Selatan, yang telah dilelang pihak bank.