Balikpapan (Antaranews Kaltim) - PT Pertamina (Persero) merilis rencana pemberian santunan untuk korban meninggal dunia dalam peristiwa kebakaran tumpahan minyak di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur, dengan nilai Rp200 juta per keluarga.
"Untuk setiap keluarga sebesar Rp200 juta," kata Manajer Regional Komunikasi dan CSR Pertamina Kalimantan Yudi Nugraha di Balikpapan, Kamis.
Saat ini, lanjut Yudi, Pertamina tengah menyiapkan administrasi dari penyaluran santunan tersebut dan berharap uang itu bisa segera disampaikan kepada mereka yang berhak.
Sebanyak lima warga Balikpapan tewas dalam peristiwa yang terjadi pada 31 Maret 2018, masing-masing Wahyu Gusti Anggoro (27), Imam Nurokhim (41), Agus Salim (42), Suyono (45), dan Sutoyo (52).
Kelima lelaki ini sedang pergi memancing saat terjebak kebakaran di tengah laut dan akhirnya ditemukan tewas dalam rentang waktu hari pencarian.
Keluarga Suyono, dari pekerjaan almarhum sebagai nelayan profesional juga mendapat santunan asuransi dari PT Jasa Indonesia sebesar Rp160 juta.
"Kalau asuransi nelayan kami yang menguruskan," kata Kepala Dinas Kelautan, Perikanan dan Pertanian (DKPP) Balikpapan Yosmianto.
Asuransi nelayan memang program DKPP dan sebagian pesertanya diikutkan dengan premi yang dibayarkan APBN, namun diketahui Suyono membayar premi dengan dana pribadi.
Di sisi lain, Siti Maghfiratul Jannah (27) selaku istri mendiang Wahyu Anggoro, mengatakan bahwa nyawa suaminya tidak bisa digantikan dengan apapun.
Bahkan, kata Siti, apabila ada yang melakukan gugatan kepada Pertamina, dirinya siap untuk menjadi saksi.
"Bila ada proses hukum dan kami diminta memberikan kesaksian dalam lingkup yang kami tahu, kami siap," ujarnya.
Diketahui Siti masih berkomunikasi dengan suaminya yang sudah berada di laut pada hari kejadian kebakaran tersebut.
Pada saat itu, Wahyu melaporkan kepada istrinya mengenai kondisi laut Teluk Balikpapan yang tercemar tumpahan minyak.
Ada pun Yuli Prasetya Ningrum (31), kakak dari Wahyu Gusti Anggoro, menyerahkan insiden yang merenggut nyawa saudaranya itu kepada pihak yang berwenang untuk memproses hukum.
"Kami serahkan ke hukum, benar atau salahnya biar ditentukan di proses hukum itu," kata Yuli. (*)