Puluhan insan pers Balikpapan dari terdiri dari Ikatan Jurnalis Indonesia (IJTI), Asosiasi Jurnalis Independen (AJI), dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Balikpapan menggelar aksi damai di depan gedung DPRD Balikpapan untuk menolak revisi rancangan undang undang (RUU) penyiaran.
"Ada beberapa pasal kontroversi dalam rencana revisi RUU Nomor 32 tahun 2002," kata Ketua AJI Balikpapan Teddy Rumengan, di Balikpapan,Senin (3/6).
Menurut Teddy, revisi tersebut berpotensi mengkriminalisasi dan membungkam kebebasan pers, hingga kebebasan berekspresi.
Revisi rancangan UU penyiaran itu memuat sejumlah pasal-pasal kontroversi yang disusun Komisi I DPR RI akan memberangus kebebasan pers dan merenggut hak konstitusional masyarakat untuk memperoleh informasi.
"Selain itu, proses perumusannya pun tidak melibatkan partisipasi masyarakat atau pihak yang berkepentingan sehingga berpotensi terjadi tumpang tindih aturan," ungkapnya.
Tedy menyebutkan, sejumlah pasal kontroversi dalam revisi Undang-undang Penyiaran antara lain Pasal 8A ayat (1) huruf (q) bahwa KPI berwenang menyelesaikan sengketa jurnalistik.
"Hal itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Pers bahwa kewenangan menyelesaikan sengketa pers berada di Dewan Pers," tegasnya.
Kemudian pasal 34F ayat (2) huruf (e) mengatur penyelenggara platform digital penyiaran dan/atau platform teknologi penyiaran lain wajib memverifikasi konten siarannya ke KPI sesuai Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Isi Siaran (SIS).
Teddy mengemukakan penyelenggara penyiaran yang dimaksud dalam pasal ini termasuk kreator yang menyiarkan konten lewat Youtube, TikTok, atau media berbasis user generated content (UGC) lainnya.
"Selanjutnya pasal 50B ayat (2) huruf (c) melarang penayangan eksklusif hasil produk jurnalistik investigasi," ujarnya.
Menurutnya, pasal 50B ayat (2) huruf (k) dilarang membuat konten siaran yang mengandung penghinaan dan pencemaran nama baik
Berikutnya pasal 51 huruf E yang mengatur penyelesaian sengketa jurnalistik berdasarkan keputusan KPI dapat diselesaikan melalui pengadilan
"Peraturan itu berpotensi menimbulkan dualisme antara Dewan Pers dan KPI karena dapat memutuskan aduan terkait sengketa jurnalistik," tegas Teddy.
Lantas insan pers Balikpapan bersatu untuk menyatakan sikap. Ada tiga poin dalam pernyataan sikap dari insan pers Balikpapan tersebut.
"Yang pertama menolak pembahasan RUU Penyiaran, karena cacat prosedur dan merugikan publik, serta jadi pintu masuk bagi aturan-aturan yang tidak sesuai dengan kebebasan pers," jelasnya.
Kedua mendesak DPR untuk menghentikan pembahasan RUU Penyiaran karena bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi dan penuh multi tafsir serta dapat mengkriminalisasi produk jurnalistik.
"Ketiga kami meminta DPR untuk melibatkan partisipasi publik dan berpedoman pada UU Pers dalam pembuatan regulasi tentang Pers," tuntas Tedy.
Ketua IJTI Balikpapan Riswan Danu menambahkan legislatif sudah menunda tapi bukan itu poin yang kamu kehendaki.
"Disini kami menolak tegas RUU itu," tegas Riswan.
Riswan menambahkan, investigasi itu merupakan mahkota jurnalistik, masyarakat berhak mendapatkan informasi yang mendalam.