Jakarta (ANTARA) - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly mengatakan pemerintah sedang menunggu undangan dari DPR untuk membahas Rancangan Undang-undang (RUU) Perampasan Aset.
"Ya kan tergantung DPR, kalau sudah dipanggil, kita datang," kata Yasonna di lingkungan istana kepresidenan Jakarta pada Kamis.
Pada Selasa (11/7), Ketua DPR RI Puan Maharani mengaku bahwa DPR belum membahas tentang RUU Perampasan Aset meski sudah menerima surat presiden (Surpres) sejak 4 Mei 2023.
"Bagaimana kami melakukan? Kami kan tidak bisa memerintah DPR, tapi kami akan lobi terus," tambah Yasonna.
Menurut Yasonna, pemerintah berencana untuk menjumpai pimpinan DPR atau menggunakan lobi lain.
"Ya kita nanti jumpai pimpinan, atau sekarang kan apakah sudah ditunjuk pansus atau apa kan kita harus lihat dulu, belum ada panggilan," ucap Yasonna.
Namun, Yasonna menegaskan bahwa RUU Perampasan Aset menjadi prioritas pemerintah untuk diselesaikan.
Presiden Joko Widodo telah menandatangani Surat Perintah Presiden Nomor R-22/Pres/05/2023 mengenai Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset, terkait dengan tindak pidana. Supres tersebut telah dikirim ke DPR pada Kamis, 4 Mei 2023.
Sesuai mekanisme, Surpres itu dilaporkan terlebih dahulu dalam rapat paripurna, sebelum dibawa ke dalam rapat pimpinan dan badan musyawarah (Bamus) DPR RI.
Terhitung sudah 10 tahun RUU tersebut tidak kunjung dibahas DPR sejak diusulkan pada 2012.
Indonesia diketahui juga telah menyerahkan instrumen ratifikasi atas United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) dan United Nations Convention Against Transnational Organized Crimes (UNCTOC) beberapa tahun lalu sebagai rujukan pembentukan RUU Perampasan Aset.
Sejumlah kalangan menilai RUU ini akan lebih efektif menjerat aset kriminal, karena akan lebih cepat mengembalikan aset hasil kejahatan sekaligus dapat lebih memberikan efek jera karena pelaku tidak lagi bisa menikmati hasil kejahatannya atau kerap disebut sebagai "pemiskinan koruptor".
Dalam RUU Perampasan Aset itu ada 11 jenis aset yang terkait dengan tindak pidana bisa dirampas negara.