Samarinda (ANTARA) - Pengamat ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mulawarman (Unmul) Muhammad Ikbal menyebutkan pemulihan ekonomi lebih cepat, bangkit lebih kuat sebagaimana manifestasi kemerdekaan Indonesia bergantung pada kebijakan kementerian.
"Pertama, kebijakan Kementerian Keuangan dalam menjaga stabilitas APBN karena terpuruknya harga minyak dunia dengan cara mengendalikan pasokan BBM. Artinya tidak terlalu membebani APBN, tetapi menjaga ketersediaan tetap ada dengan pembatasan dan penyaluran BBM yang tepat sasaran, khususnya BBM bersubsidi," jelas Ikbal di Samarinda, Sabtu.
Kedua, kebijakan dari Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian untuk menekan kenaikan harga komoditas utama sebagai hal yang paling urgen.
"Misalnya minyak goreng, beras, bawang dan beberapa komoditas utama agar tidak melambung terlalu tinggi. Sehingga ekonomi pulih lebih cepat dan sektor riil tetap tumbuh, terutama di masyarakat kalangan bawah sebagai pelaku ekonomi di sektor ini," tuturnya.
Ketiga, Kementerian Dalam Negeri juga berperan mendorong realisasi pengeluaran pemerintah di daerah agar dapat menggerakkan sektor riil menjadi tumbuh lebih cepat.
Keempat, bagaimana peran Kementerian Investasi dalam menarik investasi sebesar-besarnya kepada para investor luar negeri seperti Korea dan arab saudi dengan adanya momentum pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
"Sehingga rencana bisnis besar di IKN menjadi lahan investasi yang menjual dalam jangka menengah maupun jangka panjang," ucapnya.
Diketahui, Pemerintah RI telah mengeluarkan tema nasional "Pulih Lebih Cepat dan Bangkit Lebih Kuat dalam dalam momentum 17 Agustus 2022, perayaan ulang tahun kemerdekaan RI ke-77 tahun ini.
"Ini memang slogan yang kuat dalam rangka menggerakkan elemen masyarakat untuk pulih dari pandemi COVID-19 dan bangkit lebih kuat," sebutnya.
Dijelaskan Ikbal, eksis strategi atau rencana strategi untuk mendukung pemulihan menjadi sangat penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Masalahnya adalah pemulihan ekonomi saat ini tidak merata. Ada daerah-daerah yang mengalami pertumbuhan lambat karena minim sumber daya misalnya. Sehingga butuh kolaborasi dengan daerah lain agar Indonesia bisa tumbuh dengan cepat secara merata," terangnya.
Lanjut Ikbal, pemerintah juga bisa menjadikan krisis dunia sebagai momentum untuk bangkit dengan berbagai alasan.
"Jadi kalau kita kelebihan CPO (crude palm oil) ini menjadi momentum untuk mengekspor ke negara yang membutuhkan CPO lebih banyak, seperti China dan India," ungkapnya.
Selain itu, Indonesia juga bisa memenuhi kebutuhan Singapura yang mengalami krisis unggas dimana harga unggas ayam, khususnya ayam potong di Singapura sangat besar karena Malaysia menutup keran ekspor.
Menurutnya juga pengeluaran pemerintah juga penting dalam rangka mendorong sektor riil bergerak.
"Kalau pengeluaran pemerintah lambat maka sektor riil juga lambat karena perputaran uang itu adalah satu hal yang timbul dari pengeluaran atau belanja pemerintah, khususnya belanja modal," ujarnya.
Ia menambahkan, kesiapan pemerintah khususnya Pemerintah Daerah (Pemda) Kaltim menghadapi momentum 17 Agustus belum terlihat signifikan karena kebijakan-kebijakannya masih lemah, terutama kebijakan pergerakan ekonomi yang berupaya mendorong pertumbuhan secara merata belum nyata dilakukan.
"Banyak yang harus dibenahi oleh pemerintah daerah, khususnya turunnya harga sawit ini harus mampu diantisipasi. Banyak lahan sawit yang terbengkalai yang produksinya tidak mampu dijual karena beberapa pabrik mengalami penutupan akibat kebijakan penutupan ekspor," ucapnya.
"Sementara itu tingkat kemiskinan juga semakin luas karena sedikitnya lapangan pekerjaan. Nah ini juga menjadi PR pemerintah, khususnya Pemerintah Kaltim," ucap Ikbal.