Samarinda (ANTARA) - Pengamat Ekonomi Universitas Mulawarman Samarinda Miftahul Huda menanggapi rencana Bankaltimtara yang melakukan upaya spin off atau memisahkan perusahaan dari Unit Usaha Syariah (UUS) yang selama ini menginduk menjadi Bank Umum Syariah (BUS).
“Hal tersebut memang sudah seharusnya dilakukan saat ini,” katanya di Samarinda, Selasa.
Dia menilai, upaya Bankaltimtara memiliki UUS bernama Bankatimtara Syariah sudah tepat untuk dilakukan spin off ke BUSS.
Selama ini unit syariah masih bercampur secara kebijakan keuangan maupun sistem pelayanan dengan bank induk yang notabene masih memegang prinsip konvensional.
Miftah juga menjelaskan, kewajiban Unit Usaha Syariah perbankan untuk memisahkan diri dari induknya atau spin-off tercantum dalam Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Dalam peraturan tersebut, katanya, termaktub UUS yang dimiliki oleh Bank Umum Konvensional (BUK) harus melakukan spin-off selambat-lambatnya pada akhir Juni 2023 untuk kemudian bergabung ke dalam Bank Umum Syariah.
Miftah mengungkapkan, spin off sebenarnya sudah lama diberikan waktu dan disosialisasikan oleh pemerintah agar perusahaan induk memberikan modal cukup.
Tetapi induknya kemungkinan punya keterbatasan modal jadi kondisinya tetap UUS terus hal Ini banyak terjadi di bank-bank umum lainnya.
Dia menuturkan spin off ke BUS sebenarnya akan memberikan ruang bagi perbankan syariah untuk secara independen mengembangkan diri.
Mengenai sistem pelayanan juga bisa menerapkan prinsip-prinsip syariah secara murni.
Selain itu secara aset juga murni terpisah dan penerapan sistem syariah juga lebih jelas, karena tidak bercampur lagi dengan induk bank konvensional yang berbasis bunga.
“Berdasarkan prinsip syariah secara idealis, perbankan syariah memang harus memisahkan induknya karena penghasilan bank konvensional dan penghasilan unit usaha syariah bercampur sehingga penggabungan penghasilan tersebut merusak kemurnian syariah,” ujarnya.
Miftah menjelaskan, selama ini terkadang didapati praktik yang salah dalam penerapan pada transaksi pembiayaan syariah.
Misalkan, dalam pembiayaan
Murabahah merupakan prinsip yang diterapkan melalui mekanisme jual beli barang secara cicilan dengan penambahan margin keuntungan bagi bank.
Lanjutnya, selama ini praktiknya bank yang masih UUS dalam pembiayaan Murabahah terkesan seperti leasing, dengan pihak perbankan tidak menjelaskan secara detail mekanisme pembiayaannya kepada nasabah, yang digaris bawahi hanya plafond, jumlah angsuran, tenor, dan penalti pelunasan.
“Satu hal yang seharusnya bisa diterapkan secara maksimal dari Spin off BUS ini adalah produk Mudharabah atau bagi hasil untung rugi bisa diluncurkan seoptimal mungkin karena menjadi dasar pihak Bank dan nasabah sama-sama memperhatikan prospek kemajuan atau kemunduran usaha yang dijalankan,” ucapnya.
Di samping itu juga, kata Miftah, perbankan syariah juga turut aktif memberikan pembinaan dalam bentuk kajian kerohanian dan lain-lain.