Samarinda (ANTARA) - Kepolisian Resor Kota (Polresta) Samarinda mengungkapkan kasus tindak pidana penjualan alat kecantikan dengan merek HB Racik Inces yang tidak memiliki izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Untuk modus operasinya yang bersangkutan membuat suatu produk kecantikan dengan cara meracik beberapa bahan yang dibeli. Kemudian diberi merek dan diperjualbelikan dimana barang tersebut belum sesuai dengan standar kesehatan atau memiliki izin dari BPOM," terang Kapolresta Samarinda, Kombes Pol Ary Fadli di Samarinda.
Sebelumnya, pelaku yang berjenis kelamin perempuan berinisial DM (28) berhasil diamankan Unit Ekonomi Khusus (Eksus) Satreskrim Polresta Samarinda pada Jumat (20/5/2022) lalu.
Pelaku berhasil diamankan oleh Satreskrim di kediamannya di daerah Bengkuring, Gang Durian, Kelurahan Sempaja.
"Pengungkapan kasus ini diawali adanya keluhan dari masyarakat untuk salah satu produk kosmetik yang belum ada syarat ketentuan perizinan terkait dengan BPOM," kata Ary.
Ia menjelaskan, beberapa korban yang melapor mengaku mengalami iritasi kulit. Berdasarkan informasi tersebut, Satreskrim akhirnya melakukan penyelidikan baik itu penyelidikan melalui media sosial (medsos) maupun di lapangan.
Lanjut Ary, ternyata di dalam memproduksi kosmetik tersebut pelaku melakukannya hanya seorang diri di rumahnya, lalu memperdagangkannya melalui medsos dan beberapa reseller.
"Berdasarkan hasil pengembangan kasus, ada beberapa titik penjualan yaitu di Tenggarong, Samarinda, Sanga-Sanga, Bontang, Balikpapan bahkan sampai ke Sulawesi," jelasnya.
Sementara untuk omset perbulannya, berdasarkan perhitungan pihaknya kurang lebih pelaku mendapatkan keuntungan Rp3 juta rupiah setiap bulan. Berdasarkan pengakuan pelaku, ia telah melakukan aksinya dari bulan November 2021.
Ary menambahkan, sebelumnya pelaku pernah bekerja di bidang kosmetik. Mungkin dari situ melihat, kemudian mencoba meracik, meramu ternyata mungkin cocok dan akhirnya diperjualbelikan.
Adapun pelaku menjual barang hasil racikannya dibagi menjadi dua, yakni untuk ukuran kecil Rp120.000, sedangkan ukuran besar Rp200.000.
Atas perbutannya, pelaku dapat dijerat Pasal 197 juncto Pasal 106 ayat 1 dan 2 / paragraf 11 Pasal 60 Undang-Undang Republik Indonesia / Nomor 11 Tahun 2020 tentang cipta kerja dan Pasal 62 ayat 1 juncto Pasal 8 ayat 1 huruf A atau G dan J / Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 / tentang perlindungan konsumen dengan ancaman lima tahun penjara.