Samarinda (ANTARA Kaltim) - Kepala Dinas Peternakan Provinsi Kaltim mengatakan banyak cara untuk mencapai swasembada daging, di antaranya dengan menambah bantuan ternak bibit, mengembangkan inseminasi buatan, dan melakukan pencegahan serta penanggulangan penyakit menular.
"Dalam melakukan penanggulangan penyakit menular, pengendalian, dan penyakit zoonosis, dimaksudkan agar dalam pengembangan peternakan baik sapi, kerbau, kambing, dan lainnya dapat lancar guna meningkatkan populasi," ujar Kepala Dinas Peternakan Kalimantan Timur (Kaltim) Dadang Sudarya di Samarinda, Selasa.
Menurut dia, populasi sapi dan kerbau di Provinsi Kaltim dan Kaltara sebanyak 99.533 ekor, tetapi jumlah ini belum mampu mencukupi permintaan daging lokal sehingga populasinya harus terus ditingkatkan.
Guna meningkatkan populasi ternak itu, maka banyak cara yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan Pemprov Kaltim, yakni selain membantu bibit sapi potong, sapi indukan, sapi bibit, sapi pejantan, kerbau, kambing, dan lainnya, juga melakukan pencegahan terhadap penyakit dan melakukan penanggulangannya.
Penanggulangan terhadap penyakit menular dengan dana Rp1,3 miliar itu berasal dari Direktoran Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI, melalui APBN 2013.
Sejumlah kegiatan yang telah dan sedang dilakukan dari anggaran sebesar itu antara lain melakukan pengendalian dan penanggulangan penyakir rabies, penanggulangan penyakit Avian Influeza (AI) atau flu brung, pengendalian dan penanggulangan penyakit jembarana.
Kemudian untuk mengantisipasi dan menanggulangi reproduksi pada sapi maupun kerbau, pengendalian penyakit parasite, pembinaan dan koordinasi kesehatan hewan, serta untuk penguatan kelembagaan sumberdaya kesehatan hewan.
Selain penangguoangan terhadap sejumlah penyakit tersebut, lanjut Dadang, pihakanya terus mewaspadai masuknya penyakit mulut dan kuku pada ternak, terutama di kawasan perbatasan yang sebagai pintu masuknya ternak ilegal dari negara lain.
Di Kaltim terdapat kawasan perbatasan dengan Malaysia baik melalui jalur darat maupun laut, yakni di sisi utara dan selatan Kaltim, kawasan inilah yang rawan terjadinya masuknya daging atau ternak ilegal yang bisa membawa penyakit, di antaranya adalah penyakit mulut dan kuku (pmk) pada ternak.
Pengalaman pemberantasan pmk di Indonesia selama 10 tahun sejak 1974 hingga 1984, dilakukan dengan cara vaksinasi massal selama 3 tahun dan surveillance yang ketat sehingga pada 1986 Indonesia dinyatakan bebas dari kasus pmk.
Selanjutnya pada 1990 Indonesia ditetapkan oleh Office Internastional des Epizooties (OIE), sebuah organisasi hewan dunia, bahwa Indonesia bebas dari pmk dan hingga kini masih bebas.
Sedangkan di negara lain masih ada hewan ternak yang mengidap pmk, untuk itu Pemprov Kaltim terus waspada agar tidak ada daging atau ternak dari negara lain yang masuk ke Kaltim dan mengidap penyakit berbahaya tersebut. (*)