Kota Samarinda (ANTARA) - Bentang alam Kalimantan Timur tidak pernah habis memamerkan keindahan dan keunikannya melalui hamparan hutan maupun gugusan pulaunya. Daya tarik maritim provinsi berjuluk Benua Etam ini telah menjadi magnet pariwisata karena keaslian lingkungan lautnya yang terjaga.
Dari sekian banyak tempat, dua titik populer yang menyimpan keunikan sumber daya alam bahari di Kalimantan Timur adalah Pulau Sangalaki dan Pulau Kakaban. Kedua pulau ini berada di Kabupaten Berau, yang merupakan bagian dari gugusan Kepulauan Derawan.
Pulau Sangalaki merupakan kawasan taman wisata alam yang dikenal menjadi lokasi konservasi habitat penyu hijau di Kaltim. Pulau seluas 280 hektare ini dikelola oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur, untuk kepentingan pelestarian penyu hijau yang statusnya sudah terancam punah.
Menurut Willi, salah satu polisi hutan BKSDA Kaltim yang menjaga Pulau Sangalaki, timnya secara rutin melakukan patroli untuk melihat dan mendata aktivitas penyu yang selalu singgah bertelur di pulau tersebut. Ia melaporkan setiap malamnya terdapat belasan hingga sekitar 20 ekor penyu hijau yang menaruh telur-telurnya di pantai pasir putih Sangalaki.
“Pagi, sore, malam kita patroli sambil mendata dan merelokasi telur-telur,” ujar Willi yang sehari-harinya bersama tim memindahkan ratusan telur dan tukik-tukik atau anakan penyu ke tempat penangkaran sementara. Setiap malam para petugas BKSDA merilis tukik-tukik tersebut untuk berenang menuju laut lepas. BKSDA mencatat sebanyak 407.173 ekor tukik di Pulau Sangalaki telah dilepas ke laut mulai 2020 hingga 2023. Kerentanan tukik-tukik tersebut untuk bertahan hidup di alam bebas, masih menjadi tantangan dalam upaya menyelamatkan populasi penyu hijau ini.
Posisi Pulau Sangalaki sebagai taman wisata alam menjadikan pulau ini salah satu tujuan wisatawan, didukung dengan tersedianya resor-resor sebagai tempat menginap. Meskipun konsep wisata di Pulau Sangalaki berkaitan dengan edukasi konservasi penyu, BKSDA Kaltim juga merasa perlu mengendalikan kunjungan wisatawan ke pulau tersebut.
Kepala BKSDA Kalimantan Timur, Ari Wibawanto mengatakan pengendalian dan pengaturan kegiatan wisata di Pulau Sangalaki bertujuan untuk menyelaraskan aktivitas wisata dan kepentingan konservasi. Walaupun status Pulau Sangalaki merupakan taman wisata alam, namun pulau tersebut tidak dapat menampung pengunjung yang masif, dengan mempertimbangkan kestabilan ekosistem sekitar pulau yang menjadi habitat penyu.
Tumpukan sampah dan pencemaran lingkungan akibat benda atau makanan yang dibawa pengunjung ke pulau tersebut pulau menjadi risiko yang menyebabkan kerusakan lingkungan konservasi. “Kita membatasi misalkan ada beberapa hari untuk ditutup kawasan itu. Kadang seminggu atau sebulan. Itu adalah upaya untuk melakukan pemulihan lagi secara alami,” ujar Ari.
Kondisi yang sama juga terjadi di Pulau Kakaban. Pulau yang terbentuk dari endapan karang selama ratusan tahun itu terkenal karena laguna atau danau air asin yang berair jernih di tengah-tengah pulaunya. Laguna itu merupakan rumah bagi biota langka yaitu ubur-ubur tak bersengat. Ubur – ubur jenis ini hanya terdapat di dua tempat di Indonesia yaitu di Pulau Kakaban Kalimantan Timur dan Pulau Misool di Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat.
Pada tahun 2023 ubur-ubur tersebut mendadak lenyap dari laguna Pulau Kakaban. Warga setempat menemukan beberapa ekor ubur-ubur yang mati di tepi danau laguna. Hal ini terjadi bertepatan saat dilakukan pembangunan jembatan akses masuk untuk wisata di Pulau Kakaban. Salah satu warga yang menjaga Pulau Kakaban, Subiakto mengungkapkan belum ada laporan penyebab pasti menghilangnya ubur-ubur pada waktu itu.
Kendati demikian fenomena tersebut diidentifikasi berkaitan dengan aktivitas manusia. “Yang saya ingat saya sudah 60 tahun lebih belum pernah ada terjadi seperti ini. Kalau faktor alam, sudah berapa ratus tahun danau ini belum pernah terjadi,” sebut Subiakto.
Oleh karena itu Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur melalui Penjabat Gubernur Akmal Malik tengah menutup kawasan Kakaban untuk umum, guna mengevaluasi dan memulihkan kondisi alam di tempat itu. Pj Gubernur Akmal Malik mengusulkan konsep wisata premium sehingga aktivitas wisata di Pulau Kakaban tidak mengganggu keaslian alam yang menjadi habitat alami ubur-ubur langka.
“Kakaban adalah wisata yang kita tidak ingin terlalu dibuka secara umum, karena pengalaman kita pariwisata yang demikian masif itu cenderung menimbulkan dampak lingkungan yang cukup signifikan,” kata Akmal.
Upaya – upaya tersebut dilakukan untuk menjaga keseimbangan kepentingan pariwisata dan konservasi. Keindahan alam dan keunikan pulau-pulau tersebut memang mengundang potensi wisata yang memberi dampak ekonomi kepada masyarakat sekitar.
Namun keselarasan alam dan lingkungan yang menaungi kehidupan berbagai macam flora dan fauna endemik juga menjadi faktor yang penting, untuk menjaga sumber daya alam tersebut masih bisa dilihat dan ditemui oleh generasi penerus di masa depan.