Hanoi, Vietnam (ANTARA) - Kekalahan Indonesia dalam final beregu putri SEA Games 2021 Vietnam semakin memperlihatkan bahwa regenerasi dan pembinaan bulu tangkis putri belum berjalan dengan baik.
Kekalahan tersebut kian memperpanjang puasa medali emas beregu putri Indonesia yang terakhir kali diraih pada SEA Games 2007 di Thailand.
Padahal Indonesia sempat merajai nomor beregu putri Asia Tenggara sejak pertama kali berpartisipasi pada SEA Games 1977 sampai 2001.
Setelah mendominasi pada 13 edisi SEA Games berturut-turut, rekor emas tersebut terhenti pada 2003 saat Indonesia untuk pertama kalinya hanya meraih medali perunggu setelah dikalahkan Thailand pada babak semifinal.
Catatan buruk tersebut kembali terulang pada edisi berikutnya di SEA Games 2005 ketika tim Merah Putih kembali tersingkir pada semifinal setelah takluk kepada Singapura.
Bulu tangkis putri Indonesia sempat bangkit pada edisi 2007. Pada saat itu, Liliana Natsir dkk berhasil membalas kekalahan atas Singapura di partai puncak untuk mengawinkan medali emas nomor beregu SEA Games.
Setelah itu, prestasi bulu tangkis beregu putri Indonesia terjun bebas dan belum pernah lagi membawa pulang medali emas sejak SEA Games 2009 sampai 2019.
Pada SEA Games 2015 di Singapura, Indonesia yang diperkuat Lindaweni Fanetri dkk. hanya sanggup menyumbang perunggu setelah kalah dari Malaysia di babak semifinal.
Indonesia kembali menyerah di tangan Malaysia pada semifinal SEA Games 2017 Kuala Lumpur.
Pada edisi tiga tahun lalu di Filipina, Gregoria Mariska Tunjung dan kawan-kawan belum mampu membawa pulang medali emas usai takluk 1 - 3 kepada Thailand di partai final.
Selanjutnya: Kesenjangan yang nyata antara pebulu tangkis putri Indonesia dengan Thailand
Setelah Indonesia dipastikan lolos final beregu putri SEA Games 2021, sebetulnya sudah diprediksi bahwa final tersebut bakal seperti layaknya menonton ulang film lama.
Di atas kertas, Thailand jelas lebih diunggulkan karena ada kesenjangan yang nyata antara pebulu tangkis putri Indonesia dengan Pornpawee Chochuwong dkk., baik dari sisi prestasi maupun peringkat. Apalagi kekuatan Indonesia pun bertumpu pada pemain-pemain muda yang minim pengalaman. Hanya Gregoria Mariska Tunjung, Apriyani Rahayu, Siti Fadia Silva Ramadhanti dan Ribka Sugiarto yang tercatat pernah tampil di SEA Games 2019.
Dalam final kemarin, Indonesia memutuskan untuk tidak menurunkan tunggal pertama mereka Gregoria Mariska Tunjung. Sebagai gantinya, tunggal kedua Putri Kusuma Wardani memikul tugas berat itu untuk menghadapi pebulu tangkis peringkat ke-10 dunia Pornpawee Chochuwong.
Putri KW tampil berani dan cukup percaya diri menghadapi lawannya itu. Tunggal putri peringkat ke-51 dunia itu juga cukup merepotkan Pornpawee untuk mengambil keunggulan di masa-masa interval.
Sayangnya, Putri KW kurang sabar saat poin-poin kritis sehingga harus menyerah 16-21, 20-22.
Kekalahan itu cukup dapat dipahami. Selain memiliki jarak peringkat yang cukup jomplang, Pornpawee (24) juga jauh lebih berpengalaman karena sudah cukup sering turun pada turnamen bulu tangkis level Super 500 sampai Super 1000 dan ajang multicabang internasional, termasuk SEA Games.
Sementara bagi Putri KW (19), SEA Games 2021 Vietnam merupakan ajang multicabang perdananya. Turnamen yang diikuti juga sebatas international challenge, BWF level Super 100, atau yang paling tinggi Super 300–itu pun harus terlebih dahulu melalui babak kualifikasi atau masuk daftar tunggu.
Tak hanya itu, Pornpawee juga telah melakukan debutnya di kompetisi senior sejak 2017, termasuk tampil di All England dan Kejuaraan Dunia, sedangkan Putri KW baru memulai perjalanannya di turnamen senior pada 2020.
Demikian juga dengan Stephanie Widjaja yang diturunkan sebagai tunggal kedua melawan Supanida Katethong. Dilihat dari peringkat saja, Stephanie sudah kalah kelas. Dia berada di peringkat ke-217, sedangkan Katethong ada di posisi ke-26 dunia.
Jika dibandingkan, regenerasi tunggal putri Indonesia memang masih kalah dari Thailand. Jarak antara peringkat pemain utama dan pelapisnya juga sangat jauh.
Gregoria Mariska Tunjung adalah tunggal putri berperingkat terbaik yang dimiliki Indonesia saat ini. Dia kini berada di posisi ke-30 dunia.
Tunggal putri berikutnya berada di luar peringkat 50 besar dunia, seperti Putri KW (51), Komang Ayu Cahya Dewi (174), dan Stephanie Widjaja (217). Dari jarak ranking itu saja sudah membuktikan bahwa regenerasi tunggal putri Indonesia belum berjalan.
Sementara itu, Thailand mempunyai beberapa pemain yang saat ini menduduki 30 besar dunia. Setelah Ratchanok Intanon yang kini berada di ranking ke-8, mereka juga punya Pornpawee Chochuwong (10), Busanan Ongbamrungphan (11), Phittayaporn Chaiwan (21), dan Supanida Katethong (26).
Selanjutnya: Upaya mematangkan pemain muda
Pelatih tunggal putri Indonesia Herli Djaenudin mengakui bahwa tim putri Indonesia masih kalah kelas dibandingkan Thailand, yang mempunyai lebih banyak pemain berpengalaman.
“Pemain kami masih muda-muda, seperti Stephanie Widjaja yang baru berusia 19 tahun dan rankingnya masih di posisi 200-an. Memang kami mengakui kami kalah secara ranking, pengalaman dan jam terbang,” ungkap Herli.
Menurut Herli, para pemain muda itu memang harus sering diikutsertakan dalam turnamen internasional demi menambah jam terbang, mencari poin, dan memperbaiki posisi ranking. Namun kata dia saat ini cukup sulit untuk mencari kejuaraan yang sesuai dengan ranking pemain saat ini.
Hanya Gregoria Mariska pemain tunggal putri senior yang bisa turun dalam turnamen level tinggi. Sementara pemain di bawahnya harus mencari kompetisi lain seperti international challenge atau turnamen level Super 100.
“Tentunya kami fokus ke pemain muda sekarang dan kami harus memberi mereka kesempatan bertanding karena terus terang di tunggal putri yang senior cuma Gregoria Mariska. Satu-satunya cara kami kirim ke turnamen yang pas dan sesuai dengan ranking mereka agar mereka bisa mencari poin,” ujarnya.
Hasil di Vietnam bukan yang pertama kalinya tim putri Indonesia kalah di final dan gagal membawa pulang medali emas. Kegagalan itu itu terjadi berulang-ulang bahkan sampai enam kali edisi SEA Games, maka sudah saatnya PP PBSI selaku federasi bulu tangkis Indonesia untuk fokus mematangkan pemain muda.
Tidak hanya cukup dengan latihan keras dan memiliki tekad kuat, Putri KW, Stephanie Widjaja, dan pemain muda lainnya juga perlu diberi kesempatan bertanding di ajang bulu tangkis internasional sebanyak mungkin.