Jakarta (ANTARA) - Oktober menjadi bulan penuh warna, khususnya untuk dunia olahraga Indonesia dengan beragam peristiwa.
Terdapat kejadian penting dan berpengaruh untuk masa depan olahraga Tanah Air yang menghiasi bulan ke-10 tahun 2021 dan tentunya bakal tercatat dalam sejarah.
Mulai dari gelaran Pekan Olahraga Nasional (PON) yang untuk kali pertama bergulir di provinsi paling timur yakni Papua, kembalinya trofi supremasi kejuaraan beregu bulu tangkis putra paling bergengsi di dunia yaitu Piala Thomas, hingga sanksi dari Badan Anti-Doping Dunia (WADA).
Pada awal Oktober 2021, insan olahraga di Indonesia menyambut gembira pesta olahraga terbesar di Tanah Air edisi ke-20 di Tanah Papua.
Bertempat di Stadion Lukas Enembe, Kabupaten Jayapura, 2 Oktober 2021, Presiden Joko Widodo secara resmi membuka PON Papua.
Meski sempat banyak keraguan karena bergulir di tengah pandemi COVID-19, pesta olahraga empat tahunan itu dapat terselenggara dengan sukses.
PON Papua juga menjadi pelepas dahaga bagi insan olahraga, khususnya atlet di berbagai daerah setelah lebih dari satu tahun lamanya tak berkompetisi.
Tak kurang dari 33 rekor nasional dan 56 rekor PON tercipta di Bumi Cenderawasih. Tak sedikit pula bibit-bibit atlet muda potensial lahir dan tentunya menjadi harapan bagi masa depan olahraga Indonesia.
Banyak asa dengan adanya PON Papua, karena dari masa ke masa ajang ini memang menjadi salah satu jalan untuk meningkatkan prestasi olahraga.
Namun yang menjadi catatan adalah bagaimana konsistensi pembinaan di setiap daerah. Jangan sampai momentum PON Papua terhapus begitu saja tanpa ada kelanjutannya.
Khususnya untuk tuan rumah Papua. Dengan sarana dan prasarana yang ada saat ini, menjadi jalan bagi Papua untuk bisa mencetak atlet berprestasi.
Dalam tiga tahun ke depan, PON akan kembali terselenggara di Aceh dan Sumatera Utara pada 2024. Dari sini, akan menjadi pembuktian bahwa 93 emas, 66 perak, dan 102 perunggu yang diraih Papua bukan karena faktor tuan rumah semata.
Pun demikian dengan provinsi lainnya yang juga harus kembali membuktikan konsistensi dalam melakukan pembinaan atlet.
Yang terpenting lagi jangan hanya mengedepankan gengsi dan kemudian menghalalkan berbagai cara. Praktik "jual beli" atlet juga sebaiknya dihindari.
Beri kesempatan kepada atlet muda untuk tampil untuk menimba pengalaman di PON selanjutnya.
Untuk pemerintah seyogianya mengambil langkah tegas terkait regulasi atlet. Seperti yang pernah diungkapkan Dosen Ilmu Keolahragaan Institut Teknologi Bandung (ITB) Tommy Apriantono.
Menurutnya, regulasi saat ini masih abu-abu karena ada peraih medali Olimpiade yang turun di PON. Dikhawatirkan hal ini justru mematikan regenerasi atlet.
Dia memberikan contoh negara Jepang yang punya Japan Institute of Sports Science (JISS) yang terafiliasi dengan Kementerian, seperti Deputi IV Kemenpora kalau di Indonesia.
Tommy mengatakan JISS adalah pengawas berisi expertise dan independen, mereka mengatur siapa yang boleh turun di National Sports Festival atau semacam PON versi Indonesia.
"Mereka tegas, tidak boleh atlet Olimpiade, apalagi yang peraih medali turun di sana,” ujar Tommy.
Dia juga menyinggung soal pembajakan atlet dan bonus yang tidak diatur, sehingga akhirnya terkesan daerah ingin buahnya saja dan tidak ada yang membina sejak awal.
Menurutnya, pemerintah harus mulai mengatur hal tersebut, termasuk mengatur bonus, mulai dari PON, SEA Games, Asian Games, hingga Olimpiade.
"Regulasi ini perlu diatur tegas pemerintah karena negara-negara maju juga mengatur hal tersebut, multievent sekelas PON tidak perlu ada bonus sehingga juga terpacu."
Dari apa yang disampaikan Tommy, pemerintah memiliki peran penting dalam peningkatan prestasi olahraga. Jangan sampai PON ke depan kehilangan muruah untuk bisa melahirkan atlet berprestasi.
Untuk itu, evaluasi harus dilakukan dan melihat apa yang sekiranya perlu dibenahi demi memajukan prestasi olahraga di Indonesia.
Berlanjut ke Piala Thomas
Oktober penuh warna karena dua hari setelah penutupan PON Papua yang berlangsung di Stadion Lukas Enembe pada 15 Oktober 2021, kabar baik datang kembali dari cabang olahraga bulu tangkis Indonesia.
Skuad Merah Putih berhasil membawa pulang trofi Piala Thomas ke pangkuan Bumi Pertiwi usai mengalahkan China pada final yang bergulir di Aarhus, Denmark, 17 Oktober, dengan skor 3-0.
Kemenangan ini mendapat sambutan luar biasa karena tercipta setelah Indonesia mengalami paceklik selama 19 tahun lamanya. Sebelum juara tahun ini, Merah Putih kali terakhir membawa pulang gelar Thomas Cup pada edisi 2002 ketika mengalahkan Malaysia di final dengan skor 3-2.
Kemenangan di Denmark juga sekaligus mengantarkan Indonesia sebagai negara dengan titel Piala Thomas terbanyak, yakni 14. Sedangkan China mengoleksi 10 dan Malaysia dengan lima gelar.
Hasil apik di Piala Thomas juga semoga menjadi pelecut kembalinya kejayaan bulu tangkis Indonesia, khususnya untuk ajang beregu seperti Piala Uber dan Piala Sudirman yang sudah lama Indonesia tak menjadi juara.
Pada gelaran Uber Cup, kali terakhir Indonesia meraih gelar pada 1996. Sementara untuk Piala Sudirman, Merah Putih meraih trofi satu-satunya pada edisi 1989.
Sanksi WADA
Terlepas dari itu, kemenangan di Thomas Cup 2021 terasa kurang sempurna karena bendera Merah Putih tak berkibar di sana.
Ya, ini merupakan buntut dari sanksi WADA terhadap Lembaga Anti-Doping Indonesia (LADI) lalai dalam melaksanakan pengujian doping yang efektif kepada setiap atlet.
WADA menyatakan LADI tidak mematuhi kode etik yang ada, yakni ketidaksesuaian dalam melaksanakan pengujian yang efektif kepada tiap atlet di seluruh cabang olahraga.
WADA pun memberikan sanksi di antaranya Indonesia dilarang mengibarkan bendera, dilarang menjadi tuan rumah kejuaraan regional, kontinental, atau internasional selama masa penangguhan ini.
Insiden tak berkibarnya bendera Merah Putih menjadi sorotan. LADI telah menyatakan permohonan maaf dan semua pemangku kepentingan pun langsung bergegas membenahi persoalan tersebut.
Kemenpora pun turun tangan dengan membentuk Tim Percepatan Pelepasan Sanksi WADA yang diketuai Ketua Umum Komite Olimpiade Indonesia (KOI) Raja Sapta Oktohari.
Wakil Ketua LADI Rheza Maulana juga telah mengklaim bahwa pihaknya telah menuntaskan 24 pending matters sebagai syarat pembebasan sanksi WADA.
Meski demikian, mereka masih harus melengkapi persyaratan lainnya, antara lain melakukan perjanjian kerja sama dengan induk organisasi olahraga dan tes doping.
Tidak saling menyalahkan adalah kunci dari penyelesaian persoalan tersebut dan tampaknya para pemangku kepentingan menunjukkan kedewasaan dengan saling bekerja sama agar Indonesia segera terbebas dari sanksi WADA.
Selalu ada hikmah dibalik peristiwa. Banyak pula pembelajaran yang bisa dipetik dari sanksi WADA.
Kini, harapannya semua pemangku kepentingan makin bersatu dan bersinergi dalam segala hal yang menyangkut prestasi olahraga.
Kelalaian LADI jadi pembelajaran penting untuk masa yang akan datang agar insiden seperti ini tak terulang.
Besok, bulan berganti. Oktober dibuka dengan PON Papua dan November akan diawali dengan Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) XVI yang juga bergulir di Papua.
Pesta olahraga terbesar untuk atlet disabilitas di Tanah Air ini semoga menjadi awal pada bulan November penuh asa.
Pada bulan November, Indonesia juga bakal menjadi tuan rumah lanjutan BWF Tour yakni Indonesia Masters (16-21 November), Indonesia Open (23-28 November), dan berlanjut BWF Finals pada 1-5 Desember.
Tahun 2021 pun tak lama lagi berganti. Pada 2022 akan banyak ajang besar, termasuk SEA Games Hanoi, Vietnam dan Asian Games Hangzhou di China.
Semoga banyak kabar menggembirakan dan sanksi WADA segera terselesaikan, sehingga bendera Merah Putih dapat berkibar di setiap ajang internasional.