Jakarta (ANTARA) - Holding Perkebunan Nusantara yang menjadi induk dari anak perusahaan PTPN berencana memproduksi bahan bakar berbasis kelapa sawit atau biofuel guna mendukung kemandirian energi nasional.
Direktur Utama Holding Perkebunan Nusantara Muhammad Abdul Ghani menjelaskan dalam rencana kerja PTPN, perseroan mengurangi luas areal teh demi menambah luas tanam areal kelapa sawit dan meningkatkan produktivitas komoditas perkebunan tersebut.
"Target ke depan adalah PTPN akan masuk ke industri hilir, kalau sekarang kelapa sawit kami masuk ke olein, ke depan juga akan masuk industri bahan bakar," kata Ghani dalam webinar diselenggarakan di Jakarta, Selasa.
Ghani menjelaskan bahwa kelapa sawit menjadi komoditas yang paling cocok untuk mewujudkan kemandirian energi berbasis biofuel di Indonesia.
Berbeda dengan Brasil yang mengembangkan energi ethanol atau bersumber dari tebu, komoditas ini tidak cocok dikembangkan di Indonesia karena produktivitasnya yang masih rendah.
Indonesia masih harus mengimpor sekitar 4 juta ton gula untuk memenuhi kebutuhan gula nasional yang mencapai 6 juta ton. Produksi gula dalam negeri dari tebu rakyat baru mencapai 2,2 juta ton per tahun.
Dengan produktivitas yang mencapai 45 juta ton, kelapa sawit menjadi tanaman perkebunan yang paling sesuai untuk menjadi campuran BBM ramah lingkungan. Saat ini, Indonesia pun sudah mengimplementasikan program biodiesel 30 persen atau B30.
Namun demikian, Ghani menilai bahwa rata-rata produktivitas minyak kelapa sawit (CPO) masih rendah, yakni 2,8 ton per hektare dengan luas lahan sekitar 14,7 juta hektare. Sementara itu, produktivitas kelapa sawit di kebun PTPN mencapai 4,5 ton per ha.
"Tugas kita bersama bagaimana meningkatkan produktivitas kita dari 2,8 menjadi 4 ton per hektare. Kalau 4 ton dengan areal 20 juta ha, ada 80 juta ton CPO. Selain untuk pangan dan industri hilir, paling tidak ada 60 juta ton setara biofuel untuk bahan bakar," kata Ghani.