Samarinda (ANTARA) - Gerakan Antihoaks Jurnalis Kalimantan Timur (GAHJKT) bekerja sama dengan Dinas Komunikasi dan Informasi (Kominfo) Kaltim, menggelar Sosialisasi Edukasi dan Literasi di 30 sekolah yang ada di Provinsi Kalimantan Timur, dalam rangka menangkal dan mengurangi informasi yang tidak benar beredar di masyarakat.
Ketua Gerakan Antihoaks Jurnalis Kalimantan Timur, Charles Siahaan, di Samarinda, Senin (11/11) mengatakan kegiatan yang dlaksanakan mulai 4 November-15 November 2019 ini berlangsung di tiga wilayah yaitu Balikpapan, Kutai Kartanegara (Kukar), dan Samarinda.
"Dua wilayah, yaitu Balikpapan dan Tenggarong, telah digelar lebih dulu sejak 4 November 2019 lalu. Sementara di Samarinda, pelaksanaan akan mulai serentak pada Senin, 11 November 2019," kata Carles.
Menurut Carles, kegiatan tersebut melibatkan sekitar 70 jurnalis dari berbagai media, baik cetak, radio, televisi, maupun siber di Kaltim, untuk terjun langsung ke sekolah-sekolah dan memberikan materi menangkal hoaks.
"Kegiatan marathon ini melibatkan sedikitnya 1000 pelajar pada tingkat SMA dan SMK di Kaltim," katanya.
Carles mengatakan tujuan dari kegiatan tersebut mengajak pelajar untuk berani berpikir kritis atas informasi yang diterima melalui smartphone dan komputer yang bersumber pada internet.
Turunan konkretnya, menurut Charles, adalah berupaya memotivasi siswa agar berani melawan hoaks dan tidak menyebarkannya kepada khalayak lebih luas.
"Jika memang hoaks, kita dorong untuk berani melawan penyebaran hoaks. Ada beberapa langkah, yakni perlawanan penyebaran hoaks adalah dengan cara menyetop hoaks sampai di smartphone kita saja. Jangan lagi di-share," ujar Charles, berani menjawab kalau ada yang menyebarkan hoaks melalui tulisan dan jika sudah sampai tingkat pelanggaran hukum seperti fitnah dan ujaran kebencian, maka agar diadukan ke pihak yang berwenang seperti polisi dan Dinas Kominfo," ujarnya.
Charles menambahkan, tujuan lain dari kegiatan ini untuk mengajak pelajar membersihkan rekam jejak digital di dunia maya. Charles memberikan gambaran, bahwa jejak digital yang negatif berbahaya bagi masa depan pelajar.
"Ketika kelak masuk perguruan tinggi dan melamar kerja di swasta maupun pemerintahan, jejak digital bisa menjadi faktor penentu lolos seleksi," katanya.