Ujoh Bilang (ANTARA) - Tenaga Teknis Program Gerbangmas - Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Kampung Mandiri (P2MKM) Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur, Carolus Tuah menilai almarhum BJ Habibie semasa hidupnya merupakan presiden yang santun menanggapi kritik.
"Waktu Pak Habibie menjabat sebagai Presiden RI tahun 1999, saat itu ada dialog antara presiden dan warga Samarinda di Perumahan Sempaja. Di situlah kelihatan kesabaran beliau ketika menanggapi kritik warga soal pembangunan," ujar Carolus Tuah di Ujoh Bilang, Kamis.
Tuah yang mantan Direktur Kelompok Kerja (Pokja) 30 ini mengaku saat itu Pokja 30 baru akan terbentuk, sehingga banyak hal yang ia diskusikan bersama rekan terkait pembangunan baik di tingkat Kota Samarinda, Provinsi Kaltim, hingga tingkat nasional.
Inilah yang mendasari dia ikut bertanya kepada presiden tentang konsep pembangunan Indonesia, ketika digelarnya dialog antara Habibie dan warga Kaltim di tahun 1999 tersebut.
Menurutnya, BJ Habibie yang menjabat Presiden pada 20 Mei 1998 - 20 Oktober 1999 dan sebagai Menristek , merupakan ikon Indonesia dalam pengembangan teknologi.
"Saya masih ingat bagaimana Pak Habibie dengan gaya khasnya sebagai orang Sulawesi menjawab pertanyaan warga namun dengan nada lembut, termasuk menanggapi pertanyaan bernada kritik yang dijawab dengan santun. Tidak ada ketersinggungan dalam menanggapi kritik," ujar Tuah.
Ia juga mengatakan bahwa kaum milenial yang tidak mengenal Habibie baik sebagai presiden maupun maupun menteri karena generasinya berbeda, bisa melihat rekam jejaknya dengan menonton film drama berjudul Habibie dan Ainun yang dirilis pada 20 Desember 2012.
"Memang di film yang dibintangi oleh Reza Rahardian, Bunga Citra Lestari, dan Tio Pakusadewo ini tidak menggambarkan secara utuh tentang kisah Habibie, tapi paling tidak kaum muda bisa mengetahui liku-liku kisah cinta Habibie hingga kesuksesannya," ucap Tuah lagi.