Jakarta (ANTARA News) - KPK akan membeberkan peran Ketua DPR Setya
Novanto dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) KTP-E di
pengadilan.
"Kami serahkan (bukti-bukti) ke pengadilan dan KPK akan membawa
alat-alat bukti yang diperlukan dalam proses itu untuk meyakinkan
majelis hakim dan masyarakat untuk meyakinkan bahwa kami berjalan di
track yang betul, itu saja," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di gedung KPK
Jakarta, Senin.
Pada hari ini, KPK mengumumkan Setnov yang saat ini menjadi Ketua DPR
dan Ketua Umum Partai Golkar sebagai tersangka dalam kasus KTP-E dengan
sangkaan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana
telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo
pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya
jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan
perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau
korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling
banyak Rp1 miliar.
"Perlu saya sampaikan kembali KPK akan terus bekerja keras menangani
kasus-kasus korupsi. Perkembangan penanganan KTP-E akan kami sampaikan
sebagai bentuk pertanggungjawaban KPK kepada seluruh rakyat Indonesia
yang berkomitmen bersama-sama melakukan pemberantasan korupsi. KPK
berharap publik mengawal kerja KPK termasuk penanganan KTP-e karena kami
sadar masyarakat adalah pemilik KPK sesungguhnya sebenarnya," ungkap
Agus.
Agus juga mengaku tidak gentar terhadap kemungkinan sejumlah saksi
yang menarik Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saat persidangan seperti
terjadi sebelumnya dalam persidangan untuk terdakwa Irman dan Sugiharto.
"Mengenai ada yang menarik BAP, ya itu nanti, sekali lagi adu bukti
di pengadilan karena dari sisi yang terjadi saat ini ada yang kita
tersangkakan karena kesaksian palsu dan dalam sidang kami akan buka
rekaman kalau diminta pengadilan," ungkap Agus.
KPK juga tidak takut menghadapi gugatan praperadilan yang diajukan oleh Setnov.
"Tidak ada kata untuk menolak (praperadilan), kalau harus kita hadapi nanti kita hadapi," tambah Agus.
Sejumlah saksi yang mengubah kesaksian mengenai Setnov antara lain
adalah Direktur Utama PT Sandipala Artha Putra Paulus Tannos.
Sebelumnya Paulus mengatakan dua kali bertemu dengan Setnov. Dalam
pertemuan kedua di kantor Setnov di Equity Building, Paulus mengaku
hanya berpapasan di lift dengan Setnov.
Saat di persidangan pada 18 Mei 2017 Paulus mengakui hanya berpapasan
dengan Setnov saat datang bersama dengan pengusaha Andi Agustinus.
"Saya tidak ingat lantai berapa tapi Andi kembali ke mobil untuk
mengambil dokumen lalu saya masuk ke lift tapi papasan dengan Pak
Setnov, lalu dia tanya mau apa dan saya katakan mau melanjutkan
pembicaraan yang di rumah, sedangkan Andi masih mengambil dokumen, sudah
selesai karena beliau buru-buru ingin meninggalkan kantornya," kata
Paulus pada 18 Mei 2017.
"Tapi di BAP saudara mengatakan pada pagi hari Saya bersama Andi
Agustinus janjian bertemu di rumah Setnov di jalan Wijaya 13 setelah
bertemu di rumah Setnov, saya dan Andi bertemu Setnov dan Andi
mengenalkan ke saya Ini Pak yang mengerjakan proyek e-KTP apakah
keterangan ini benar?" tanya jaksa Basir.
"Sama seperti yang ungkapkan Pak. Saya datang lebih dulu karena Andi
Agustinus terjebak macet. Setelah saya masuk saya memperkenalkan diri
saya sebagai Dirut PT Sandipala sambil memberikan kartu nama dan
mengatakan saya salah satu pelaksana proyek KTP-E. Tiba-tiba ada telepon
jadi beliau menyendiri dan saya menunggu di ruangan. Beberapa menit
kemudian staf Pak Setnov memberi tahu saya bahwa beliau ada janji ke
luar dan sebaiknya dibuat janji lagi di kantornya. Jadi di pengadilan
ini yang benar," tambah Paulus.
"Kenapa keterangannya berbeda?" tanya jaksa Basir.
"Setelah saya ingat-ingat lagi step by step kejadiannya adalah yang saya kemukakan dalam persidangan ini," tegas Paulus.
Selanjutnya, anggota DPR dari fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani
juga mencabut Berita Acara Pemeriksaan (BAP) seluruhnya pada sidang 23
Maret 2017 karena ia mengaku diancam 3 penyidik KPK saat proses
penyidikan yang menyatakan ada bagi-bagi uang kepada anggota Komisi II
DPR oleh Miryam.
Dalam perkara ini sudah ada 2 orang yang menjalani sidang di
pengadilan sebagai terdakwa yaitu mantan Dirjen (Dukcapil) Kemendagri
Irman yang dituntut 7 tahun dan pidana denda sejumlah Rp500 juta
subsider 6 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti
sejumlah 273.700 dolar AS dan Rp2,248 miliar serta 6.000 dollar
Singapura subsider 2 tahun penjara.
Selanjutnya mantan Direktur PIAK Kemendagri Sugiharto yang juga sudah
dituntut 5 tahun penjara ditambah denda sebesar Rp400 juta subsider 6
bulan serta kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp500 juta
subsider 1 tahun penjara.
Terdakwa lain adalah anggota DPR dari fraksi Hanura Miryam S Haryani
yang didakwa memberikan keterangan tidak benar dalam persidangan KTP-E
dan sudah dalam proses persidangan dengan pembacaan dakwaan pada 13 Juli
2017.
Sedangkan ada juga 2 orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka
yaitu Andi Agustinus sebagai tersangka dugaan korupsi KTP-E dan anggota
DPR dari fraksi Golkar Markus Nari dalam dugaan tindak pidana korupsi
dengan sengaja mencegah, merintangi, menggagalkan secara langsung maupun
tidak langsung penyidikan, pemeriksaan di sidang KTP-E. (*)
KPK akan Beberkan Peran Setnov di Persidangan
Selasa, 18 Juli 2017 9:22 WIB