Jakarta (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengecam aksi penyanderaan terhadap anak buah kapal (ABK) asal Indonesia oleh kelompok bersenjata yang kembali terjadi di Filipina Selatan pada 20 Juni 2016.
"Pemerintah Indonesia mengecam keras terulangnya penyanderaan terhap (ABK) WNI oleh kelompok bersenjata di Filipina Selatan. Kejadian yang ketiga kalinya ini sangat tidak dapat ditoleransi," kata Menlu Retno di Kementerian Luar Negeri di Jakarta, Jumat.
Menlu mengatakan bahwa pada 23 Juni 2016, pihaknya mendapat konfirmasi bahwa telah terjadi penyanderaan terhadap tujuh ABK WNI dari Kapal Tugboat Charles 001 dan Kapal Tongkang Robby 152.
Retno juga menyebutkan bahwa penyanderaan terhadap tujuh ABK Indonesia itu terjadi di Laut Sulu dalam dua tahap, yaitu pada 20 Juni sekitar pukul 11.30 waktu setempat dan sekitar 12.45 waktu setempat oleh dua kelompok bersenjata yang berbeda.
"Pada saat terjadi penyanderaan kapal membawa 13 orang ABK, tujuh ABK disandera dan enam lainnya dibebaskan. Saat ini keenam ABK yang dibebaskan dalam perjalanan membawa kapal Tugboat Charles 001 dan Tongkang Robby 152 ke Samarinda," ungkap dia.
Terkait hal itu, kata Retno, Pemerintah Indonesia meminta kepada pemerintah Filipina untuk memastikan keamanan di wilayah perairan Filipina Selatan sehingga tidak mengganggu kegiatan ekonomi kawasan sekitar.
"Dalam kaitan ini Pemerintah Indonesia siap untuk memberikan kerja samanya," ujar dia.
Menlu Retno menambahkan, Pemerintah Indonesia akan melakukan semua cara yang memungkinkan untuk membebaskan para sandera ABK tersebut.
Selain itu, lanjut Retno, Pemerintah Indonesia akan melakukan rapat koordinasi di kantor Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan dengan melibatkan semua pihak terkait untuk mengambil langkah secara cepat, terukur, dan aman dalam upaya pembebasan ketujuh sandera ABK.
"Keselamatan ketujuh ABK WNI merupakan prioritas," kata dia. (*)