Samarinda (ANTARA) - Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menyiapkan 10.000 dosis vaksin untuk mengantisipasi penyebaran Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak di wilayah tersebut.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kaltim Fahmi Himawan di Samarinda, Kamis, menjelaskan bahwa kasus PMK di Kaltim masih terbilang minim jika dibandingkan dengan daerah lain seperti Jawa dan Bali.
"Di tahun 2024, terdapat 132 kasus PMK di Kaltim. Meskipun 83 ekor telah sembuh dan 34 ekor dipotong, 15 ekor kambing mati akibat penyakit ini," ujar Fahmi.
Ia menambahkan bahwa PMK bukan hanya menyerang sapi, tetapi juga kambing. Penyakit ini ditandai dengan gejala klinis seperti air liur berlebihan, luka di mulut dan kuku, serta penurunan nafsu makan.
"PMK bukan penyakit zoonosis, artinya tidak menular ke manusia. Daging hewan yang terinfeksi PMK masih aman dikonsumsi setelah disembelih," jelas Fahmi.
Bercermin pada tahun 2024, kasus PMK di Kaltim tersebar di beberapa daerah seperti Bontang, Kutai Kartanegara (Kukar), dan Kutai Timur (Kutim). Sementara itu, di Balikpapan, terdapat sapi yang datang dari Bali dan terindikasi PMK.
"Sapi-sapi tersebut saat ini masih dalam karantina di Balikpapan dan tidak akan dikeluarkan hingga dinyatakan sembuh," tegas Fahmi.
Untuk mencegah penyebaran PMK, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kaltim telah melakukan berbagai upaya. Sepanjang tahun 2024, telah dilakukan vaksinasi PMK sebanyak 114.886 dosis untuk sapi, babi, domba, kambing, dan rusa.
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kaltim juga telah menyiapkan disinfektan, antibiotik, vitamin, dan peralatan pendukung lainnya untuk penanganan PMK.
Selain itu, rapat koordinasi dengan berbagai pihak terkait, termasuk asosiasi peternak, telah dilakukan untuk mempercepat penanganan PMK. Tak hanya itu, pelatihan kader vaksinasi untuk penyakit PMK dan Lumpy Skin Disease (LSD) juga telah dilakukan.
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kaltim juga akan melakukan pergeseran anggaran untuk pembelian vaksin PMK. Pihaknya mengeser beberapa pos anggaran yang dianggap kurang prioritas untuk dialokasikan pada pembelian vaksin PMK.
Fahmi menegaskan bahwa pemerintah provinsi dalam pengadaan vaksin, tidak bisa hanya mengandalkan bantuan dari pemerintah pusat. Menurutnya, meski pun sudah ada bantuan vaksin PMK dari pusat, namun pemerintah daerah harus mengantisipasi agar dosis vaksin selalu tersedia.
"Kami juga harus bersiap siaga dan mengantisipasi segala kemungkinan yang terjadi," ungkapnya.