Samarinda (ANTARA) -
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalimantan Timur Agus Tianur mengungkapkan pihaknya tengah mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dengan mewaspadai titik panas yang terpantau semakin ekstrem di provinsi tersebut.
"Kami membandingkan data kejadian di masa lalu dengan yang terjadi saat ini. Fenomena di Kaltim agak berbeda, ada anomali yang perlu diketahui oleh masyarakat," ujarnya di Samarinda, Jumat.
Dalam diskusi dengan Kepala BMKG Kaltim, diterangkan bahwa perubahan iklim yang terjadi pada lima provinsi di Kalimantan memunculkan sinyal untuk berhati-hati dan mengambil langkah-langkah antisipatif.
"Perubahan iklim yang terjadi tidak boleh berdampak luas, kita harus melihat dari berbagai sisi, tidak hanya kekeringan atau gagal panen, tapi juga dampak lain yang memerlukan perhatian serius," katanya.
Agus juga menyoroti data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang menunjukkan bahwa dari 10 provinsi yang biasa mengalami karhutla, hanya empat yang masih bertahan, sementara enam provinsi lainnya, termasuk Maluku, Gorontalo, dan Sumatera Utara, menjadi daerah baru yang terdampak.
"Kaltim masih menempati posisi yang sama dalam beberapa provinsi yang kasus karhutlanya ada. Kami telah berupaya melakukan antisipasi sebab menyadari bahwa dampak perubahan iklim di Kalimantan Timur menjadi perhatian khusus," katanya.
Dia menambahkan bahwa titik panas yang terpantau bukanlah indikasi pasti terjadinya kebakaran hutan, namun tetap menjadi potensi yang harus diwaspadai.
"Kami menerima laporan akhir-akhir ini kerap terjadi kebakaran hutan dan lahan. BPBD di kabupaten dan kota telah kami instruksikan untuk siaga, namun mereka masih merasa mampu mengatasi situasi yang terjadi," ujar Agus.
Wilayah Kutai Kartanegara, Kutai Timur, dan Penajam Paser Utara menjadi fokus utama karena dominasi titik panas, meskipun tidak semua wilayah mengalami hal yang sama.
Menurut Agus, wilayah selatan dan barat masih mendapatkan hujan, yang membantu mengurangi potensi karhutla.
Ia menekankan pentingnya upaya bersama dalam menghadapi perubahan iklim, termasuk kerja sama dengan kepolisian dan pihak terkait lainnya.
"Antisipasi ini tidak hanya tugas BPBD dan BMKG, tetapi juga memerlukan sinergi dengan semua pihak," ucapnya.
Data terkini dari BMKG Stasiun Balikpapan dalam pantauannya mendeteksi adanya penurunan jumlah titik panas di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), yakni dari 383 titik pada Rabu (17/4) menjadi 202 titik pada Kamis (18/4).
"Masing-masing titik panas ini terpantau mulai pukul 01.00 hingga 24.00 Wita setiap harinya," ujar Koordinator Bidang Data dan Informasi Stasiun Kelas I Sultan Aji Muhammad Sulaiman (SAMS) Sepinggan BMKG Balikpapan Diyan Novrida.
Sebaran titik panas itu telah disampaikan ke pihak terkait seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Manggala Agni, Masyarakat Peduli Api, Dinas Penyelamatan dan Pemadaman Kebakaran baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota agar dapat dilakukan tindakan lebih lanjut.
Meskipun jumlah titik panas mengalami penurunan, kata dia, semua pihak tetap harus waspada dan saling mengingatkan untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla), seperti tidak melakukan pembakaran saat mengelola lahan.
Ia mengatakan bahwa kewaspadaan perlu dilakukan karena sejumlah kawasan masih mengalami cuaca panas dalam beberapa hari berturut-turut, sehingga hal ini menyebabkan dahan, ranting, dan daun mengering yang rawan terjadi kebakaran.
Pada Rabu (17/4) yang terpantau 383 titik panas tersebar di enam daerah yakni Kota Samarinda (1), Bontang (3), Kabupaten Kutai Barat (23), Kutai Timur (211), Kutai Kartanegara (103), dan Kabupaten Berau (42).
Sebanyak 202 titik yang terpantau sepanjang Kamis (18/4) tersebar di lima kabupaten, yakni Paser (1), Kutai Barat (8), Kutai Timur (112), Kutai Kartanegara (55), dan Kabupaten Berau (26).