Samarinda (ANTARA) -
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menyebutkan kepiting merupakan komoditas ekspor terbesar kedua Provinsi Kaltim setelah udang, sehingga upaya pengembangan ekspor kepiting perlu diperhatikan.
"Kami terus berupaya bagaimana mengembangkan dan pembudidayaan kepiting untuk ekspor karena merupakan komoditas ekspor terbesar kedua setelah udang," kata Kepala DKP Kaltim Irhan Hukmaidy di Samarinda, Minggu.
Ia mengatakan, berdasarkan data tahun 2020, ekspor kepiting bakau dari Kecamatan Anggana Kabupaten Kutai Kartanegara sebesar 195 ton, pada tahun 2021 naik menjadi 1.800 ton, Pembudidayaan bersama nelayan dan eksportir kepiting bangkit dari keterpurukan. Namun ekspor kepiting pada 2022 tercatat sekitar 900 ton, mengalami penurunan dampak regulasi terbaru dari Menteri Kelautan dan Perikanan.
Irhan menyebutkan, untuk negara tujuan ekspor kepiting, paling banyak ke Cina, Jepang, Hongkong, dan sedikit ke Australia.
Ia mengemukakan, tingginya jumlah ekspor kepiting membuat DKP Kaltim mengakomodir masukan dari Asosiasi Petani Kepiting Kaltim mengenai Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan (KP) Nomor 16 Tahun 2022 yang berdampak terhadap penurunan perdagangan ekspor kepiting Kaltim, hingga mencapai 80 persen.
Irhan menjelaskan, pada Permen KP Nomor 16 Tahun 2022 terutama pada Pasal 8 ayat (1) tentang penangkapan, lalu lintas dan/atau pengeluaran kepiting. Pada poin b, lebih spesifik mengatur soal ukuran kepiting yang boleh ditangkap maupun dikirim yakni ukuran 12 sentimeter ke atas.
"Kami sudah mediasi juga ke Komisi II DPRD Kaltim untuk membicarakan solusi untuk revisi atas Permen KP tersebut dengan menyurati ke Kementerian terkait pasal yang dimaksud, kalau bisa ada tambahan redaksi yang bisa merelaksasi petani kepiting, dengan bunyi ukuran kepiting 12 sentimeter atau berat minimal 150 gram per ekor, " katanya.
Ia mengaku Permen KP tersebut bagus untuk meningkatkan kualitas ekspor hasil perikanan, namun petani kepiting lokal memang perlu penyesuaian atas hal itu, karena dampaknya saat ini selain penurunan ekspor, juga berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja lokal.
Sebelumnya Anggota DPRD Kaltim Sapto Setyo Pramono beberapa waktu lalu menyatakan, para pelaku usaha kepiting mengeluhkan mengalami penurunan ekspor yang signifikan. Pasalnya, mengutip dari pernyataan petani kepiting dari yang biasanya 100 persen pengiriman kepiting misalnya 25 sampai 30 box per hari, mengalami penurunan sangat signifikan di bawah 50 persen per hari.
“Oleh karena itu kami merekomendasikan ke Pimpinan DPRD Kaltim untuk bersurat ke Kementerian KP agar ada solusi dari pihak Kementerian untuk merevisi Permen tersebut terutama pada pasal 8 ayat 1 poin b,” kata Sapto.
Menurutnya, substansi yang direvisi pada Permen KP Nomor 16 Tahun 2022 pasal 8 ayat 1 poin b semula ukuran lebar karapas (kepiting) di atas 12 sentimeter per ekor, untuk direvisi menjadi ukuran lebar karapas di atas 12 sentimeter atau minimal 200 gram per ekor.
"Komisi II DPRD Kaltim berencana melakukan kunjungan ke Komisi IV DPR RI guna membahas terkait Permen KP Nomor 16 Tahun 2022 untuk dicarikan solusi agar ada percepatan dan pertumbuhan ekspor kepiting dari Kaltim," kata Sapto.