Balikpapan (ANTARA) - Para mahasiswa Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka Dalam Negeri mengunjungi situs-situs bersejarah Kota Balikpapan yang ada di lingkungan kerja kilang Pertamina Balikpapan, Minggu.
Sebanyak 20 mahasiswa dari 16 kampus dari seluruh Indonesia mengunjungi Tugu Australia, Sumur Mathilda, dan Rumah Dahor.
“Menurut saya, belajar sejarah dan mengenal satu kota akan efektif dengan berkunjung langsung ke obyeknya,” kata mahasiswa dari Universitas Halu Oleo, Kendari, Sulawesi Tenggara, Desy Fitrah Karim, 19 tahun.
Dari Tugu Australia ia jadi tahu bahwa Balikpapan pernah menjadi kota di tengah pusaran konflik Perang Dunia II, dipertahankan habis-habisan oleh Jepang sementara tentara Sekutu dari Australia mengerahkan segala daya untuk merebutnya.
“Jadi tahu arti penting minyak dan energi. Kota ini diperebutkan karena saat itu jadi penghasil dan pengolah minyak,” kata Hamdi Sholahudin (21), mahasiswa dari Universitas Islam Nusantara, Bandung.
Jepang mendapatkan tidak kurang dari 3,9 juta barel minyak dalam masa antara akhir 1941 hingga 1944, sebelum Sekutu mulai balik menyerang sebagai lanjutan kemajuannya di Perang Pasifik.
Tidak kurang dari 270 serdadu Australia dari Divisi Ke-7 gugur dalam usaha merebut Balikpapan dari Jepang pada awal Juli 1945. Sebelum pasukan infantri mendarat, sejak pertengahan Mei kubu-kubu pertahanan Jepang di lereng-lereng bukit-bukit di bagian selatan kota dibombardir tembakan meriam dari kapal-kapal Sekutu di Selat Makassar di depan Balikpapan, memungkinkan pasukan penyapu ranjau membuka jalan untuk pasukan pendarat nantinya.
Hingga sekarang, setiap akhir Mei dan awal Juli, masih ada veteran serdadu Australia atau keluarganya berkunjung ke Balikpapan untuk mengenang perjuangan kakeknya tahun-tahun tersebut.
Kedutaan Besar Australi juga rutin menggelar upacara setiap 25 April dinihari di Tugu Australia, atau juga di monumen Tank Mathilda di lingkungan Chevron, Pasir Ridge, sebagai bagian dari peringatan perjuangan pasukan Australia dan Selandia Baru (Anzac Day) dalam Perang Pasifik.
Para mahasiswa juga mengunjungi Sumur Mathilda, sumur minyak pertama, dan yang menjadikan kemudian kampung nelayan kecil di tepi teluk itu menjadi Kota Minyak.
“Nama Mathilda diambil dari nama anak insinyur minyak Shell-BPM (Batavia Petroleum Maatschappij), JH Menten, yang mengepalai pengeboran pada tahun 1897,” terang Humas Kilang Balikpapan Ely Chandra Peranginangin. Hari minyak memancar keluar dari sumur itu, 14 Februari, pun dijadikan hari jadi Kota Balikpapan.
Para mahasiswa mengakhiri kunjungan di Rumah Dahor, rumah dengan arsitektur khas tropika, sebuah rumah panggung setinggi hampir 2 meter dari tanah dengan jendela-jendela lebar.
“Rumah ini hangat bila malam, dan sejuk di siang hari walau tanpa AC,” kata Relawan Pengelola Rumah Cagar Budaya Dahor Rudiansjah.
Rumah-rumah seperti rumah Dahor dulunya ada puluhan, sebagai rumah bagi karyawan-karyawan BPM di level manajer ke atas. Rumah yang dikunjungi mahasiswa adalah yang selamat dari pengeboman dan bombardir meriam oleh Sekutu. Rumah yang juga jadi museum itu ada di Jalan R Soeprapto di Balikpapan Barat, tak jauh dari Kilang Balikpapan.
“Saya sangat bersyukur bisa berada di sini, melihat sendiri benda-benda dan tempat-tempat saksi sejarah,” kata Desy.
PT Kilang Pertamina International (KPI) Unit Balikpapan pun berkomitmen terus menjaga situs-situs sejarah tersebut, agar siapa pun dapat belajar dan tahu sejarah.
Kegiatan pertukaran dan kunjungan mahasiswa ini merupakan program Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi untuk Semester Ganjil Tahun Akademik 2022/2023. Kunjungan difasilitasi oleh Institut Teknologi Kalimantan (ITK).