Sydney (ANTARA) - Pasar saham Asia mencoba reli pada perdagangan Senin pagi, setelah Wall Street berhasil bangkit dari posisi terendah yang dalam, meskipun investor juga bersiap untuk berita buruk dari data ekonomi China yang akan dirilis di sesi ini.
Perkiraan untuk penurunan 6,1 persen dalam penjualan ritel tahunan China, sementara output industri diduga naik hanya 0,4 persen. Risiko penurunan karena pinjaman bank baru di China mencapai level terendah dalam hampir empat setengah tahun pada April.
"Laporan akan menyoroti kerusakan ekonomi dari kebijakan nol-COVID negara itu - kami memperkirakan kontraksi dalam indikator produksi dan permintaan," kata Bruce Kasman, kepala penelitian ekonomi di JPMorgan.
"Setelah menurunkan perkiraan PDB setahun penuh kami menjadi 4,3 persen, respons kebijakan terhadap pelemahan secara mengejutkan tetap lemah," tambahnya. "Yuan China adalah tempat aksinya, karena PBoC (bank sentral China) diam meskipun depresiasi tajam baru-baru ini."
Beijing pada Minggu (15/5/2022) mengizinkan pemotongan lebih lanjut suku bunga pinjaman hipotek (KPR) untuk beberapa pembeli rumah dan ada pembicaraan bahwa bank sentral mungkin akan memangkas suku bunga pinjaman jangka menengah pada Senin sebesar 10 basis poin.
Indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang menguat 0,3 persen, setelah jatuh 2,7 persen minggu lalu mencapai level terendah dua tahun.
Indeks Nikkei Jepang menguat 1,2 persen, setelah kehilangan 2,1 persen minggu lalu bahkan ketika yen yang lemah menawarkan beberapa dukungan kepada eksportir.
Saham berjangka S&P 500 naik tipis lebih lanjut 0,3 persen di awal perdagangan Asia, sementara Nasdaq berjangka bertambah 0,6 persen. Keduanya tetap jauh dari tertinggi tahun lalu, dengan S&P telah jatuh selama enam minggu berturut-turut.
Inflasi yang sangat tinggi dan kenaikan suku bunga membuat kepercayaan konsumen AS turun ke level terendah 11-tahun pada awal Mei dan meningkatkan taruhan untuk penjualan ritel April yang akan dirilis pada Selasa (17/5).
Federal Reserve yang hiper-hawkish telah mendorong pengetatan tajam dalam kondisi keuangan, yang menyebabkan Goldman Sachs memangkas perkiraan pertumbuhan PDB AS 2022 menjadi 2,4 persen dari 2,6 persen. Pertumbuhan pada 2023 sekarang diperkirakan sebesar 1,6 persen secara tahunan turun dari 2,2 persen.
"Indeks kondisi keuangan kami telah diperketat lebih dari 100 basis poin, yang seharusnya menarik turun pada pertumbuhan PDB sekitar satu persen poin," kata ekonom Goldman Sachs, Jan Hatzius.
"Kami berharap pengetatan baru-baru ini dalam kondisi keuangan akan bertahan, sebagian karena kami pikir The Fed akan memenuhi apa yang telah ditentukan."
Kontrak berjangka menyiratkan kenaikan 50 basis poin pada Juni dan Juli dan suku bunga antara 2,5-3,0 persen pada akhir tahun, dari saat ini 0,75-1,0 persen.
Kekhawatiran bahwa semua pengetatan ini akan menyebabkan resesi mendorong reli obligasi minggu lalu, yang melihat imbal hasil 10-tahun turun 21 basis poin dari puncak 3,20 persen. Senin pagi, imbal hasil naik sedikit di 2,94 persen.
Kemunduran itu membuat dolar turun dari puncak dua dekade, meskipun tidak banyak. Indeks dolar terakhir di 104,550, dan dalam jarak meludah dari puncak 105,010.
Euro berdiri di 1,0397 doar, setelah mencapai level 1,0348 dolar minggu lalu, sementara dolar naik tipis menjadi 129,44 yen setelah merosot sedalam 127,54 minggu lalu.
Di pasar uang kripto, bitcoin terakhir naik 5,1 persen pada 31.277 dolar AS, setelah menyentuh level terendah sejak Desember 2020 minggu lalu setelah runtuhnya TerraUSD, yang disebut "stablecoin".
Di pasar komoditas, emas tertekan oleh imbal hasil tinggi dan dolar yang kuat dan terakhir naik 1,1 persen pada 1.810 dolar AS per ounce setelah turun 3,8 persen minggu lalu.
Harga minyak naik karena harga bensin AS mencapai rekor tertinggi, China tampak siap untuk melonggarkan pembatasan pandemi dan investor khawatir pasokan akan mengetat jika Uni Eropa melarang minyak Rusia.
Minyak Brent dikutip 73 sen lebih tinggi pada 112,28 dolar AS per barel, sementara minyak mentah AS naik 79 sen menjadi 111,28 dolar AS per barel.
Saham Asia mencoba bangkit, saat data China diperkirakan memburuk
Senin, 16 Mei 2022 9:32 WIB
Laporan akan menyoroti kerusakan ekonomi dari kebijakan nol-COVID negara itu - kami memperkirakan kontraksi dalam indikator produksi dan permintaan,