Kutai Timur (ANTARA) - Plt Bupati Kutai Timur Kasmidi Bulang menegaskan, tuntutan Rp15 miliar masyarakat adat Dayak Desa Long Bentuq kepada PT Subur Abadi Wana Agung (SAWA) tidak memiliki payung hukum. Oleh sebab itu, Pemkab Kutim juga tidak bisa memaksa perusahaan untuk membayar dua kali ganti rugi.
"Kami bukan tidak memperjuangkan. Tapi memang tidak ada dasar hukumnya. Karena pihak perusahaan sudah menyampaikan bahwa sudah mengganti rugi lahan itu. Tidak mungkin Pemkab memaksa untuk mengganti rugi dua kali. Pasti jadi temuan," kata Kasmidi seusai mediasi yang dilakukan antara perwakilan PT SAWA dan masyarakat adat Dayak Desa Long Bentuq.
Kasmidi menambahkan, Pemkab tetap memperjuangkan hak masyarakat. Di antaranya adalah plasma kepada masyarakat, berbagai program Corporate Social Responbility (CSR), dan pemberdayaan masyarakat Desa Long Bentuq.
"Perusahaan juga bersedia melaksanakan kewajiban pembangunan kebun plasma. Rencana lokasi berada pada areal PT Hamparan Perkasa Mandiri (PT HPM), kemitraan, CSR, serta pemberdayaan masyarakat desa Long Bentuq yang pelaksanaanya difasilitasi Camat Busang dan Kepala Desa Long Bentuq," lanjutnya.
Sementara terkait pemortalan di Km16, Kasmidi mengatakan, bahwa masyarakat adat bersedia membuka dan menghentikan aksi tersebut.
Masyarakat adat, lanjut Kasmidi, bersedia menghentikan pemortalan pada hari itu juga.
Mediasi dihadiri juga Kapolres Kutai Timur, Dandim, Camat Busang, pengurus Dewan Adat Dayak (DAD) Kalimantan Timur, Koperasi, Kepala Desa Long Bentuq, dan juga perwakilan PT SAWA.
Mediasi sempat diwarnai 'pengusiran' Erika, seorang pendamping masyarakat adat Dayak Long Bentuq.
Kasmidi meminta Erika keluar ruangan, setelah dia menyampaikan pendapat secara emosional.
"Bukan saya ingin dihormati. Tetapi paling tidak, harusnya memiliki etika saat rapat. Apalagi beliau seorang dosen. Karena Bu Erika bersedia dikeluarkan, ya silakan saja. Ini pembelajaran buat kita semua," lanjut Kasmidi.