Samarinda (ANTARA News Kaltim) - Jajaran satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di Samarinda, Kaltim, berbeda pendapat mengenai tempat kejadian perkara (TKP) eks galian tambang batu bara, yakni tempat tenggelamnya dua bocah saat bermain di kolam maut itu.
Beda pendapat TKP itu antara pihak Dinas Pertambangan Energi dan Mineral (Distamben) Samarinda dengan Badan Lingkungan Hidup (BLH) setempat terkait lokasi tewasnya Ema (6) dan Dede Rahmat (6) di Jl Pelita 7 Sambutan pada saat dengar pendapat di DPRD Kota Samarinda, Rabu.
Distamben Samarinda menyebutkan bahwa lubang itu bukanlah PT Panca Prima Minning (PPM) yang bertanggung jawab karena tak masuk wilayah perusahaan tersebut.
Sedangkan, BLH Kota Samarinda menyebut lubang itu dikerjakan PT PPM sehingga harus bertanggung jawab untuk pelaksanaan reklamasi.
"Lubang itu di titik kordinatnya tidak masuk dalam PT PPM. Jadi lubang tambang itu di daerah blank," kata Kepala Distamben Samarinda, Heri Suriansyah.
Distamben mengaku tidak tahu pihak yang menggali lubang tambang yang berbahaya bagi keselamatan warga itu.
Berbeda dengan Heri Suriansyah, Kepala BLH Samarinda Endang menyatakan pihaknya sudah memperingatkan PT PPM agar menutup lubang bekas tambang itu sejak bulan Agustus 2011.
Lubang itu diketahui pit eks Perusda dengan luas satu hektar dikerjakan PT PPM.
"Saya tidak tahu areal itu milik siapa. Saya hanya tahu, lubang itu dikerjakan PT PPM sesuai pengakuan Kepala Teknik Tambang PT PPM," tegas Samara.
"PT PPM pun mau menutup lubang itu tetapi hingga sekarang belum terlaksana," kata Endang.Penutupan lubang bekas tambang itu dari informasi diperoleh terkendala sulitnya membuang air kolam.
Sebab, saluran yang dibuka untuk mengalirkan isi air akan menyebabkan banjir di wilayah RT 36 Perumahan Sambutan.
"Warga RT 36 perumahan Sambutan keberatan dan marah saluran lubang dibuka. Akhirnya penutupan lubang mandek. Kendala tak bisa menutup lubang ini tidak dilaporkan ke BLH. Kami hanya tahu, lubang tambang harus ditutup," katanya.
Banjir diakibatkan penutupan lubang di Jl Pelita 7 menjadi alasan PT PPM tak dilakukan bisa saja menurut Endang bisa dicegah asalkan menyalurkan air dengan benar.
Penutupan lubang bekas tambang sudah seharusnya dilakukan sesuai dokumen UKL dan UPL agar melaksanakan backfilling atau mengembalikan tanah ke lubang bekas galian tambang. Kemudian, lahan pasca tambang dilakukan penanaman.
Perusahaan Membantah
Terpisah, pihak perusahaan dari PT. Kalimantan Sumber Energi (KSE), Hendra membantahj pihaknya terkait sama sekali atas lubang bekas tambang yang menewaskan dua bocah.
PT. KSE diberi Izin Usaha Pertambangan (IUP) oleh Pemkot tahun 2010 dengan luas 75 hektare tak masuk wilayah lubang tersebut.
"Memang peta dari PT KSE yang mengajukan Izin Usaha Pertambangan (IUP) seluas 100 hektar ke Pemkot Samarinda. Tapi, disetujui 75 hektare saja izinya dikeluarkan dan tak masuk dalam lubang kolam bekas tambang. PT KSE memang memberi bantuan keluarga korban yang tewas karena alasan kemanusiaan," ujar Hendra.
Hendra menambahkan PT KSE dan PT PPM memang lokasinya berdekatan dan masih berhubungan.
Pihaknya mengetahui PT PPM belum bisa memberikan bantuan santunan dan menemui keluarga korban karena pimpinannya sedang libur natal.
"Yang saya tahu pimpinan PT PPM sedang libur natal. Maka belum tahu bantuan santunan kapan bisa disalurkan," katanya. (*)