Samarinda (ANTARA News) - Kondisi Bandara Temindung Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim) yang tak refrensitatif bagi keselamatan penerbangan --landasan pacu (run way) hanya 950 meter serta dikeliling rumah warga serta pemukiman padat-- menjadi penyebab pilot Trigana Air mengalihkan pendaratan ke Bandara Sepinggan, Balikpapan.
"Dengan kondisi bandara tidak normal seperti itu, akan sangat berisiko jika pilot memaksakan pendaratan di Bandara Temindung," kata pilot Maskapai PT SMAC (Sabang Merauke Raya Air Charter), Wahyudi, kepada wartawan di Samarinda, Sabtu.
Keputusan pilot Trigana Air, Nursolihin, tidak mendarat di Bandara Temindung Samarinda dengan kondisi salah satu mesin mati kata Wahyudi sudah sangat tepat.
"Jika dipaksakan mendarat dengan kondisi seperti itu, akibatnya bisa sangat fatal, sebab landas pacu yang tidak cukup panjang serta kondisi di sekitar bandara dipadati rumah penduduk," katanya.
"Bisa saja, pesawat itu menabrak rumah warga yang ada di ujung landasan atau sebaliknya pesawat akan menabrak rumah sebelum sempat mendarat di landas pacu," ujar Wahyudi.
Selain masalah landas pacu yang hanya sepanjang 950 meter, kondisi Bandara Temindung juga sudah tidak sesuai KKOP (Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan).
Pilot SMAC lainnya, Irwin Aristo mengatakan, kondisi Bandara Temindung saat ini sudah tidak layak lagi sebab berada di tengah kota.
"Mestinya, keberadaan bandara jauh dari kota. Apalagi, sudah banyak gedung-gedung tinggi di sekitar bandara yang cukup mengganggu pandangan pilot," kata Irwin Aristo.
Pesawat Trigana Air jenis ATR 42 seri 300 dengan nomor penerbangan TGN 171 mendarat darurat Kampung Bone, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, pada Kamis (11/2) sekitar pukul 11.39 Wita.
Pesawat dari Bandara Kalimarau, Kabupaten Berau itu mengalihkan pendaratan dari Bandara Temindung Samarinda ke Bandara Sepinggan Balikpapan akibat salah satu mesin mati.
Dua penumpang terluka pada peristiwa itu sementara 44 penumpang lainnya dan lima kru berhasil selamat.
