Muara Wahau, Kutai Timur (ANTARA Kaltim) - Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya dijadwalkan mengukuhkan Hutan Adat Wehea seluas 325.482 hektare di Kecamatan Muara Wahau, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, Rabu (12/8).
"Kami sangat berharap semoga beliau bisa hadir," kata Kepala Adat Wehea Ledjie Taq saat ditemui di Nehas Liah Bing, kampung utama Orang Wehea di Muara Wahau, Kutai Timur, sekitar 650 km utara Balikpapan, Selasa.
Hutan adat tersebut meliputi juga Hutan Adat Long Sekung Metguen seluas lebih kurang 27.000 hektare yang selama ini sudah dikelola Orang Wehea di barat konsesi Hak Pengusahaan Hutan (HPH) Gunung Gajah, Muara Wahau.
Hutan adat itu kemudian diperluas lagi dengan memasukkan hutan tropis dataran rendah yang selama ini dikelola PT Rehabilitasi Habitat Orangutan Indonesia (RHOI) dan konsesi HPH PT Narkata Rimba yang tidak ekonomis untuk diproduksi, karena medannya sangat curam.
Sebab itu, menurut Ledjie Taq, kondisi hutan tersebut masih sangat bagus, baik flora maupun faunanya.
"Masih banyak pohon kayu yang besar-besar, ada ulin, meranti. Satwanya ada burung rangkong, orangutan, beruang madu, yang semuanya dilindungi," jelas Ledjie Taq.
Ulin (Eusideroxylon zwageri) adalah kayu khas Kalimantan. Biasa juga disebut kayu besi dan merupakan bahan bangunan nomor satu di Pulau Borneo. Karena begitu dicari untuk dimanfaatkan, kayu ini akhirnya menjadi semakin langka.
Ledjie Taq melanjutkan, sebagai orang alam, Orang Wehea tergantung sepenuhnya kepada hutan dan sungai untuk menjalani kehidupan sehari-hari.
Dari hutan, Orang Wehea mendapatkan bahan-bahan untuk upacara adat, seperti beberapa jenis rotan dan daun-daunan. Sebab itu menyelematkan hutan yang tersisa adalah tanggung jawab utama mereka saat ini.
"Kami tidak ingin anak-anak kami hanya mendengar dari cerita atau cuma melihat dari foto bahwa di dunia ini ada pohon ulin atau meranti," tambah Ledjie Taq. (*)