Samarinda (ANTARA) - Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) bersama Balai Penegakan Hukum Kementerian Kehutanan wilayah Kalimantan siap mengusut tuntas proses hukum terkait aktivitas penambangan ilegal yang menyerobot sekitar 3,2 hektare Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Diklathut Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman (Unmul).
"Kami telah meminta inspektur tambang untuk menindaklanjuti atas bukti-bukti yang dikumpulkan terkait hal ini. Kami terus mengawal kasus ini agar tidak berlarut-larut," kata Kepala Dinas ESDM Kaltim Bambang Arwanto di Samarinda, Rabu.
Ia menambahkan, penanganan kasus ini juga menjadi atensi langsung dari Gubernur Kaltim.
"Jauh sebelum kejadian ini, pihak Unmul telah menolak permintaan kerja sama penambangan dari perusahaan-perusahaan di sekitar KHDTK dan meminta perlindungan kepada Gakkum Kehutanan. Mereka ingin agar ada perlindungan terhadap KHDTK yang memang difungsikan khusus untuk pendidikan," terangnya.
Terkait dugaan pelaku penambangan secara ilegal yang disebut-sebut berasal dari Koperasi Serba Usaha Putra Mahakam Mandiri, Bambang menyatakan bahwa pihaknya masih menunggu hasil penyelidikan lebih lanjut dari Gakkum Kehutanan Kalimantan.
"Memang ada indikasi pidana karena adanya perusakan dan penyerobotan kawasan hutan. Untuk sanksi administrasi, karena kewenangannya di pusat, itu nanti akan ditangani oleh pusat berdasarkan hasil penyelidikan inspektur tambang," jelasnya.
Bambang mengakui adanya keterbatasan jumlah inspektur tambang di Kaltim yang hanya berjumlah 35 orang untuk mengawasi sekitar 317 Izin Usaha Pertambangan (IUP) aktif. Hal ini menyebabkan koordinasi terkait penanganan masalah pertambangan seringkali harus dilakukan hingga ke tingkat pusat.
"Namun, bukan berarti kepedulian kita di daerah berkurang. kami terus berkoordinasi secepat mungkin untuk mengendalikan penambangan secara ilegal ini," tegasnya.
Sementara itu, Kepala Seksi (Kasi) Wilayah II Samarinda Balai Gakkum Kehutanan Kalimantan Anton Jumaedi membenarkan adanya aduan dari pihak Unmul terkait aktivitas penambangan di kawasan hutan pendidikan. Ia menjelaskan bahwa pihaknya telah menerima aduan serupa pada Agustus 2024, namun lokasi dan kejadiannya berbeda dengan kasus yang terjadi saat ini.
"Aduan tahun 2024 itu setelah kita cek, lokasinya masih berada di luar KHDTK dan ternyata ada IUP di situ. Jadi, belum masuk ke lokasi KHDTK," ungkap Anton.
Pihaknya berusaha untuk secara cepat melakukan penanganan aduan yang sebelumnya yang tidak tercatat dalam register penanganan pengaduan. "Ke depan, tentunya ini tidak akan terulang kembali. Setiap aduan yang masuk akan kita register," janjinya.
Untuk kasus penambangan ilegal yang terjadi saat ini, Anton menegaskan bahwa pihaknya telah berkomitmen untuk menindaklanjuti setiap aduan yang masuk.
"Ini sudah masuk ke dalam dugaan kawasan. Ini memang perlu ada penanganan, ada tindak lanjut. Dan kami komitmen dari dulu sampai kapan pun," tegasnya.
Anton menambahkan, pihaknya telah membentuk tim untuk melakukan pendalaman terkait laporan penambangan ilegal di KHDTK Unmul. Ia juga mengharapkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk instansi kehutanan, akademisi, dan media, agar proses penegakan hukum dapat berjalan maksimal.
"Saat ini, kami sedang melakukan pendalaman-pendalaman. Kami sudah bentuk tim untuk melakukan investigasi atau pengumpulan bahan dan keterangan. Ini adalah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mengungkap kejadian yang patut diduga merupakan pelanggaran pidana," jelas Anton.
Terkait nama-nama pelaku, Anton belum bisa memberikan informasi lebih lanjut karena masih dalam tahap pendalaman. Siapapun dan di manapun orang itu berada, pihak Gakkum Kehutanan terus mengusutnya.
Anton juga membenarkan informasi bahwa batu bara hasil penambangan secara ilegal tersebut belum sempat diangkut dan masih berupa pembukaan lahan. Namun pihaknya tetap menyelidikinya lebih lanjut.
Mengenai sanksi pelaku yang diberikan, Anton menjelaskan bahwa selain sanksi pidana, pihaknya melihat pula perkembangan proses hukum dan berkoordinasi dengan instansi terkait mengenai pertanggungjawaban pemulihan lahan.
"Semua ada regulasinya," kata Anton.