Balikpapan (ANTARA) - Maukah Anda bercocok tanam meski bukan petani dan tidak punya lahan? . Jangan kata kebun, apalagi sawah, pekarangan sepetak saja tak ada.
Warga Gunung Polisi, Kampung Baru Ilir, mau. Maka, di gang-gang sempit di dekat perbatasan Balikpapan Barat-Balikpapan Utara, warga menaruh bibit sayur di kantong plastik yang tebal, lalu menggantungnya berjejer-jejer di tembok. Juga menggantungnya di jalinan kawat di atas kepala yang membuat gang menjadi lorong seperti terowongan.
Segera tumbuhlah bayam merah, tumbuhlah kangkung. Jadilah merah dan hijau nan segar, juga teduh.
“Ini disebut vertical garden,” kata Ana Mahdalena, warga RT 51 yang melingkupi kawasan itu.
Vertical artinya tegak lurus, seperti tembok, seperti dinding rumah, atau tiang listrik tempat kantong tempat hidup bayam itu digantung. Garden artinya lahan dengan tanaman yang membuat mata jadi cerah berbinar, menyegarkan udara, dan mungkin menyamankan hati dan menenangkan jiwa juga.
“Iya benar, kita jadi suka lewat di bawah sini, rasanya jadi adem dan kalem. Apalagi habis dari panas-panasan jemput anak sekolah,” lanjut Ana.
"Atau habis panas-panasan menghadapi kompor saat memasak. Apalagi kalau bawa kipas dan bawa es kelapa muda.”
Anak-anak kecil pun senang bermain di bawah lorong kawat naungan sayuran itu. Meski ada sistem pengairannya, mereka juga kadang ikut menyirami kantong-kantong yang sesuai dengan tinggi badannya. .
“Lewat bawah sini rasanya seperti lewat tunnel, seperti pemain bola keluar dari ruang ganti lalu masuk lapangan,” Aco, yang penggemar Persiba, klub sepakbola kebanggaan Balikpapan.
Di seberang timur Gunung Polisi dulu ada Komplek Perumahan Pertamina (Komperta) Karang Anyar. Di Komperta itu ada Stadion Parikesit, stadion kecil kapasitas 10 ribu penonton, tempat Persiba menjamu lawan-lawannya di Liga Indonesia.
Sekarang Stadion Parikesit sudah tinggal kenangan. Begitu pula dua lapangan basket, dua lapangan tenis, dua lapangan voli, warung-warung di sekeliling tembok stadion, juga seluruh rumah di Komperta.
Semuanya diratakan dengan tanah dan kemudian di atasnya dibangun bengkel kerja dan lapangan penumpukan material dari Proyek Refinery Development Master Plan (RDMP).
Proyek peningkatan kapasitas produksi kilang itu tinggal menyisakan SMA Patra Dharma, Masjid Istiqlal, dan Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB) Maranatha, gereja yang berada persis di tepi jalan Yos Sudarso, tidak jauh dari bundaran Karang Anyar.
“Tapi kalau malam pemandangan dari sini tambah bagus,” kata Maulidya, aktivitis yang suka duduk sambil membaca di Natural Kopi, warung kopi di tanjakan lereng Jalan Arjuna, jalan utama di punggungan yang membelah pemukiman Gunung Polisi.
Dari Natural Kopi tersaji pemandangan lampu-lampu kilang dan lampu-lampu pemukiman masyarakat di sekitarnya.
Tinggi sendiri nyala flare, obor kilang yang menjadi legenda bagi warga kota. Selama obor kilang Pertamina masih menyala, masih aman Balikpapan, dan masih ada Indonesia.
Obor itu bahkan sudah berdiri dan mulai membakar gas metana atau hidrogen sulfida sisa pengolahan minyak bumi setidaknya dua dekade sebelum Soekarno-Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.
Jadi kenapa warga mau menanam sayur dengan cara vertikal seperti itu?
“Dulu nggak kepikiran,” ujar Ana lagi, “tapi waktu ada pelatihan dari kelurahan, lalu disediakan bibit, pupuk, kantong plastik, lalu ditunjukkan caranya. Jadi kita bilang, kenapa tidak.”
Pelatihan di kelurahan yang disebut Ana adalah pelatihan urban farming alias bertani ala orang kota. Sponsornya siapa lagi kalau bukan mitra lama warga: Pertamina. Bila dulu lewat Refinery Unit (RU) V, sekarang pakai nama (baru) PT Kilang Pertamina Internasional (KPI).
KPI punya program tanggung jawab sosial lingkungan, yang antara lain dinamai Program Kaliandra. Dengan program ini, instruktur datang ke Gunung Polisi dan bertemu warga, mengajari cara menumbuhkan dan memelihara bayam serta kangkung meskipun tidak ada lahan untuk menanamnya.
Sebab, tidak ada lahan bukan berarti tidak ada tempat. Karena bibit ditanam di kantong plastik (yang disebut planter bag), maka ia bisa diletakkan di mana saja. Bisa digeser-geser sesuka hati bila mau. Karena planter bag ada pegangannya, maka ia juga bisa digantung. Kalau bisa digantung, artinya bisa disusun bertingkat. Jadilah ia vertikal. Jadilah itu tunnel serasa di Stadion Parikesit dulu.
“Nah, itu sudah,” kata Ana seraya tersenyum lebar.
Selanjutnya, warga jadi kreatif. Segera yang ditanam kemudian tidak hanya kangkung dan bayam merah, tapi juga ada bayam brazil, kunyit, jahe, dan kencur. Wadah media tanam tidak lagi cuma planter bag, tapi apa saja yang bisa diisi tanah dan juga bisa digeser-geser: kaleng bekas cat, galon air bocor yang dipotong jadi dua, atau ban mobil bekas.
“Bukan hal baru, memang. Tapi di lingkungan ini di mana lahan memang sangat terbatas, lalu setiap orang sibuk cari nafkah dan banyak urusan masing-masing, kegiatan bercocok tanam ini menyenangkan,” kata Ketua Kelompok Warga Siaga Sehat (Wasiat) Sejahtera RT 51 Siti Aminah.

Wasiat Sejahtera 51 yang anggotanya adalah para istri dan ibu RT 51 adalah wadah untuk bekerjasama dengan Pertamina dalam program vertical garden Kaliandra ini. Begitu pula dengan berbagai program lain sebelumnya seperti program makanan tambahan untuk anak balita agar tumbuh maksimal dan tak jadi cebol (stunting), membuat produk minuman sehat berupa air jahe-gula aren dan kunyit-asam yang juga tersedia dalam bentuk serbuk.
Bayam yang dipilih ditanam di kantong gantung itu juga sebab kerjasama di waktu lampau, di mana para ibu Wasiat Sejahtera berlatih membuat kudapan stik keju dengan variasi bahan bayam brazil (Alternanthera sissoo) yang memang berdaun lebih tebal.
“Dengan sekarang kita tanam sendiri, produksinya akan lebih lancar,” kata Aminah.
Lebih kurang sebulan setelah ditanam, Amaranthus tricolor L (bayam merah) dan Ipomoea reptans (kangkung darat), sudah bisa dipanen. Menurut Ana mengutip keterangan instrukturnya, pada kangkung bila panennya dengan cara dipotong, bukan dicabut, maka bisa segera panen lagi lebih kurang seminggu kemudian. Satu kali tanam, bisa panen sebanyak 3-6 kali.
Bayam juga begitu. Asal sabar panen dengan cara dipotong-bukan dicabut tadi, juga bisa 3-6 kali panen sekali tanam. Malah, bila mau lebih repot, yang dipetik hanya daun-daun terluar, atau yang dipotong hanya batang muda, maka panennya bisa dilakukan 2–3 kali seminggu. Apalagi bila sang bayam tumbuh lebat.
“Lumayanlah jadi bisa hemat. Tidak setiap mau masak lalu belanja,” ujar Ana. Uang belanja hemat, gizi terjamin, lingkungan teduh, bertetangga jadi akrab.
“Kami juga senang bisa membantu,” kata Humas KPI, Dodi Yapsenang, semringah. Vertical garden di Gunung Polisi itu, tambahnya, adalah bukti “tidak punya” bukan berarti “tidak bisa”.
“Kalau mau, pasti ada jalannya. Mesti ada caranya.” ***
