Samarinda (ANTARA) - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalimantan Timur memperkuat peran Sistem Monitoring Logistik Imunisasi berbasis Elektronik (SMILE) untuk meningkatkan efektivitas distribusi imunisasi, sebagaimana mengemuka dalam Annual Meeting SMILE 2025 di Bali pada 20–23 Januari 2025.
"Kehadiran kita di Annual Meeting SMILE 2025 memastikan bahwa SMILE dapat menjadi solusi nasional yang berkelanjutan dalam mendukung layanan kesehatan di Indonesia,” ujar Kepala Dinkes Kalimantan Timur (Kaltim) Jaya Mualimin saat dihubungi di Samarinda, Kamis.
Fokus utama pertemuan itu, lanjutnya, mengevaluasi pencapaian Program SMILE tahun 2024 dan menyusun rencana kerja tahun 2025.
SMILE merupakan platform digital yang mengintegrasikan pengelolaan logistik kesehatan, termasuk vaksinasi rutin dan penanganan limbah medis, guna memperkuat distribusi logistik di Indonesia.
Ia menekankan pentingnya pertemuan itu untuk memperkuat sinergi antara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan pemerintah daerah (pemda) dalam mempercepat transisi SMILE ke kepemilikan penuh nasional pada akhir 2025.
Melalui integrasi teknologi dan kecerdasan buatan yang terus dikembangkan, SMILE, kata dia, diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan respons sistem kesehatan pada masa depan.
Selama pertemuan pihaknya aktif berpartisipasi dalam diskusi evaluasi dan pengembangan sistem SMILE, termasuk pelaksanaannya di tingkat provinsi. Jaya juga mengaku mengambil bagian dalam sesi kelompok yang membahas strategi implementasi SMILE untuk tahun 2025 bersama kepala Dinkes provinsi lainnya dan mitra terkait.
Pertemuan ini juga membahas isu peningkatan cakupan imunisasi. SMILE diharapkan dapat membantu meningkatkan cakupan imunisasi di seluruh Indonesia, terutama di daerah-daerah terpencil dan sulit dijangkau.
Menurut dia, SMILE dirancang untuk mempercepat dan mempermudah proses distribusi vaksin ke seluruh pelosok negeri sehingga efisiensi distribusi meningkat. Keamanan data menjadi perhatian utama dalam implementasi SMILE.
"Selain itu pencegahan pemborosan vaksin juga menjadi perhatian. Dengan sistem monitoring yang lebih baik, diharapkan pemborosan vaksin dapat diminimalisir," sebut Jaya.