Balikpapan (ANTARA) - Kepala Dinas Pangan, Pertanian, dan Perikanan (DP3) Kota Balikpapan, Sri Wahjuningsih mengatakan bahwa lahan pertanian yang minim bukan merupakan hambatan untuk memenuhi kebutuhan pangan.
"Meskipun kita minim lahan pertanian, tapi Balikpapan tercatat memiliki Indeks Ketahanan Pangan (IKP) yang cukup baik, berada di peringkat ke-8 secara nasional," katanya di Balikpapan, Jumat (29/11).
Sri Wahjuningsih menegaskan, IKP itu menjadi cerminan kemampuan Kota Balikpapan dalam memenuhi kebutuhan pangan warganya baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
"Balikpapan memang bukan kota penghasil, tapi kita memiliki infrastruktur seperti Pelabuhan Semayang hingga pergudangan yang memadai sebagai medianya," katanya.
Diakuinya bahwa kebutuhan pangan Kota Balikpapan bergantung dengan daerah penghasil seperti Pulau Jawa dan Pulau Sulawesi.
"Kami sejauh ini menjalin kerja sama dengan daerah penghasil yang difasilitasi oleh pemerintah," ucapnya.
Sri Wahjuningsih mengungkapkan betapa sulitnya untuk menciptakan kemandirian pangan di Kota Balikpapan, dimana untuk luas lahan pertanian di Balikpapan hanya sebesar 15,80 persen dari keseluruhan luas wilayahnya.
"Balikpapan itu memiliki luas 7.996,1 hektare, dan luas lahan pertanian kita hanya 15,80 persen atau 127 hektare saja, artinya lahan pertanian kita masih minim," ujarnya.
Dia menjelaskan bahwa luas 127 hektare tersebut kemudian dibagi menjadi dua yakni 29 hektar ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) untuk sawah dan 98 hektar sebagai Kawasan Pertanian Pangan (KP28).
Selain lahan pertanian yang minim, pekerjaan rumah selanjutnya untuk menciptakan kemandirian pangan adalah kondisi tanah yang tidak optimal.
"Kota Balikpapan memiliki karakteristik tanah berjenis podzolik yaitu jenis tanah yang terbentuk karena pengaruh suhu rendah dengan curah hujan tinggi dari batuan pasir dengan kandungan kuarsa tinggi," jelasnya.
Menurutnya, tanah podzolik memiliki sedikit unsur hara dan tidak subur, tanah tersebut berwarna merah kuning, yang cenderung lempung.
Sebenarnya, katanya tanah ini masih ada potensi untuk budidaya berbagai jenis tanaman, termasuk sayuran dataran rendah dan tanaman palawija seperti singkong.
"Tapi untuk produksi itu butuh biaya yang tidak sedikit, dan ini yang menjadi tantangan untuk kemandirian pangan," ujarnya.