Samarinda (ANTARA) - Setiap Mahasiswa memiliki suku yang beragam. Tentunya mereka memiliki bahasa yang berbeda-beda saat berkomunikasi satu sama lain. Ada yang menggunakan bahasa Jawa, Bugis, Banjar, Batak, dan lain sebagainya.
Hal tersebut dipengaruhi oleh lingkungan hidup tiap masing-masing Mahasiswa. Mereka memutuskan untuk menggunakan bahasa yang bisa dibilang seperti bahasa
ibu.
Di era New Normal kita dituntut untuk melakukan segala sesuatu serba digital, termasuk dalam pembelajaran di lingkup perkuliahan.
Dalam pembelajaran daring, Mahasiswa sering kali menggunakan bahasa daerahnya masing-masing yang belum tentu dapat dipahami oleh Mahasiswa lainnya sehingga terjadi ketimpangan bahasa tersebut.
Ditambah lagi, logat masing-masing Mahasiswa terkadang menimbulkan miss komunikasi namun disisi lain sekaligus menjadi ciri khas Mahasiswa itu sendiri.
Contohnya Mahasiswa yang memiliki suku Batak menyampaikan materi pembelajaran kepada Mahasiswa yang memiliki suku Jawa. Tentu terjadi ketimpangan dimana seperti yang kita semua tahu bahwa cara penyampaian pesan dan logat suku Batak terbilang cukup tegas, berbeda dengan suku Jawa yang cenderung lemah lembut.
Selain itu, ketimpangan bahasa juga dapat terjadi saat satu bahasa memiliki makna yang berbeda tergantung dengan daerahnya masing-masing.
Contoh seperti di daerah Melayu kata
“awak” memiliki arti “saya”, sedangkan dalam bahasa Jawa berarti “badan”.
Seiring berjalannya proses pembelajaran Mahasiswa pun secara alami beradaptasi
menyesuaikan ketimpangan bahasa.
Mahasiswa perlahan mulai memahami apa yang disampaikan oleh Mahasiswa lain meski menggunakan bahasa daerah. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya pembiasaan.
Proses adaptasi karena adanya pembiasaan ini pastinya memerlukan waktu yang cukup lama, tergantung dengan tipe mereka masing-masing dalam menerima penggunaan bahasa daerah yang mereka temui dalam proses interaksi terhadap Mahasiswa lainnya.
Tentunya wajar apabila Mahasiswa akan mengalami culture shock, dimana mereka
telah terbiasa mengonsumsi bahasa daerah masing-masing dengan logat ciri khas tersendiri.
Untuk itu, bahasa yang digunakan dalam proses berkomunikasi sangat penting guna memahami makna pesan yang disampaikan oleh komunikator, terutama bila lawan bicara tersebut memiliki latar belakang bahasa yang berbeda.
Tidak tersampainya pesan dengan baik dapat menimbulkan kesalahpahaman dalam proses komunikasi.
Perbedaan bahasa menjadi salah satu faktor terjadinya kesalahpahaman tersebut, terutama dalam lingkup pembelajaran Mahasiswa.
Oleh karena itu, perlu adanya solusi untuk dapat menghindari kesalahpahaman persepsi dalam proses interaksi tersebut.
Demi tercapainya komunikasi yang efektif diperlukan bahasa yang bersifat universal, dalam hal ini yaitu bahasa Indonesia.
Dengan menggunakan bahasa Indonesia, Mahasiswa dapat meminimalisir kesalah pahaman yang terjadi dalam pembelajaran karena bahasa Indonesia merupakan bahasa kesatuan yang dapat dimengerti seluruh rakyat Indonesia.
Sebagai opsi ke dua, Mahasiswa juga dapat saling mendekatkan/mengakrabkan diri
dengan Mahasiswa yang berasal dari daerah lain agar setidaknya mereka dapat memahami dasar dari bahasa daerah tersebut
Hal tersebut bertujuan untuk menghindari kesalahpahaman dalam memaknai/memahami pesan akibat adanya perbedaan bahasa satu sama lain.
Penulis: Mixo Septian Dwi Cahyo, R'sya Rahmadina dan Nabilah Amalia; Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Mulawarman.
Perbedaan Bahasa Komunikasi Generasi Z di Era New Normal Dalam Perkuliahan
Jumat, 24 Desember 2021 16:14 WIB