Samarinda (ANTARA Kaltim) - World Wide Fund for Nature (WWF), sebuah organisasi internasional yang menangani masalah konservasi, penelitian dan restorasi lingkungan, berhasil menemukan jejak `Dicerorhinus Sumatraensis` atau Badak Sumatera di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur.
Koordinator WWF Indonesia, Kalimantan Timur, Wiwin Effendy, dihubungi dari Samarinda, Kamis petang, mengatakan temuan jejak segar itu berlangsung saat Tim Monitoring WWF Indonesia melakukan pemantauan orangutan di Kutai Barat yang juga merupakan wilayah `Heart of Borneo` atau Jantung Kalimantan pada Januari 2013.
Untuk menguatkan bukti temuan tersebut, WWF Indonesia bersama Dinas Kehutanan Kutai Barat, Universitas Mulawarman dan masyarakat setempat, melakukan survei lanjutan pada Februari 2013.
Hasilnya, tim survei kata Wiwin Effendy menemukan beberapa jejak kaki badak, bekas kubangan, bekas gesekan tubuh badak pada pohon, gesekan cula pada dinding kubangan serta bekas gigitan dan pelintiran pada pucuk tanaman.
"Tim survei juga mengidentifikasi adanya ketersediaan pakan badak yang berlimpah dan bervariasi, lebih dari 30 spesies tumbuhan pakan," ungkap Wiwin Effendy.
Konfirmasi dari beberapa ahli Badak di WWF Indonesia serta seorang pakar spesies langka dari Universitas Mulawarman, Dr. Chandradewana Boer, menegaskan bahwa spesies tersebut kemungkinan besar adalah Badak Sumatera.
"Temuan survei tersebut juga didukung data historis sebaran Badak Sumatera di Kalimantan yang telah terdokumentasi sebelumnya. Namun belum dapat dikonfirmasi berapa individu badak yang teridentifikasi melalui temuan tersebut," kata Wiwin Effendy.
WWF Indonesia saat ini telah melakukan pemasangan kamera trap di kawasan hutan Kabupaten Kutai Barat, untuk memastikan secara fisik temuan jejak `Dicerorhinus Sumatrensis` tersebut.
"Saat ini kami (WWF) telah melakukan pemasangan 10 kamera trap di kawasan Hutan Kutai Barat untuk merekam gambar fisik Badak Sumatera tersebut," tutur Wiwin Effendy.
Direktur Konservasi WWF-Indonesia Nazir Foead mengatakan temuan ini membawa kabar gembira dan menjadi momen penting sejak dicanangkannya Tahun Badak Internasional pada 5 Juni 2012 lalu oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
WWF Indonesia, lanjut Nazir Foead, bersama pihak terkait, antara lain Kementerian Kehutanan dan Pemerintah Kabupaten Kutai Barat akan melalukan survei lanjutan yang lebih komprehensif untuk memetakan preferensi habitat badak dan populasinya di Kutai Barat.
"Berdasarkan hasil survei ini, perlu segera disusun strategi bersama serta rencana aksi yang komprehensif dan partisipatif bersama para pihak terkait, sehingga. upaya konservasi Badak Sumatera di Kalimantan ini dapat berlangsung jangka panjang dan didukung pendanaan berkelanjutan," kata Nazir Foead.
Bupati Kutai Barat Ismael Thomas menyatakan Badak, Orangutan, Pesut, Macan Dahan, Banteng merupakan spesies yang sudah sangat langka, namun keberadaannya masih terdeteksi di wilayah Kaltim, termasuk Kabupaten Kutai Barat.
"Ternyata, sejumlah spesies langka dan dilindungi tersebut terdapat di Kutai Barat sehingga keberadaannya harus dilestarikan dan masyarakat semestinya bisa hidup secara harmonis dengan alam," tutur Ismael Thomas.
Kabupaten Kutai Barat kata dia, merupakan daerah yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi yang merupakan bagian penting dari `Heart of Borneo`.
Kabupaten Kutai Barat 31.628,70 kilometer persegi atau kurang lebih 15 persen dari luas Propinsi Kalimantan Timur, memiliki 21 kecamatan dan 223 kampung.
Untuk memecahkan keterisolasian wilayah yang disebabkan arena kondisi morfologi wilayah maka pemerintah Kabupaten Kutai Barat membagi Kabupaten Kutai Barat menjadi tiga wilayah pembangunan yaitu Wilayah Pembangunan Hulu Riam, Wilayah Pembangunan Dataran Tinggi, dan Wilayah Pembangunan Dataran Rendah.
Pemerintah Kutai Barat berkomitmen melindungi dan menyelamatkan Badak Sumatera itu dan akan segera menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Perlindungan Fauna dan Flora Langka.
"Kami juga akan membentuk tim yang bekerja sama dengan WWF Indonesia untuk mengkaji dan mempelajari keberadaan satwa ini, untuk menentukan kebijakan, program konservasi yang tepat dan sumber pendanaannya," kata Ismael Thomas.
Sementara itu Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH), Kementerian Kehutanan RI mengakui temuan jejak `Dicerorhinus Sumatrensis` tersebut membawa angin segar bagi dunia konservasi nasional dan internasional, mengingat keberadaan Badak Sumatera di Kalimantan sudah tidak pernah terdengar dan diketahui keberadaanya bahkan ditengarai telah punah sejak 1990-an.
IUCN (International Union for Conservation of Nature) telah mengklasifikasikan Badak Sumatera ini dalam kategori kritis (Critically Endangered).
"Penemuan ini sangat penting bagi dunia, khususnya bagi konservasi Indonesia, sebab ini menjadi `new record` atau pencatatan baru keberadaan Badak Sumatera di Kalimantan Timur khususnya di wilayah Kutai Barat," katanya. (*)