Samarinda (ANTARA Kaltim) - Pegiat lingkungan dari "World Wide Fund for Nature" atau WWF, Wiwin Efendi, menyesalkan investasi ekstratif di kawasan Kecamatan Biduk-biduk, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.
"Karena Kabupaten Berau bukan wilayah kerja WWF, sehingga saya menyampaikan pendapat secara pribadi dan menyatakan tidak setuju dengan adanya rencana pertambangan di Biduk-biduk, karena akan menghilangkan `biodiversity` atau keanekaragaman hayati yang merupakan suatu kesatuan yang kompleks yang didalamnya terdapat berbagai jenis satwa langka dan dilindungi diantaranya, beruang madu dan macan dahan," ujar Wiwin Efendi, dihubungi Antara dari Samarinda, Selasa.
Ia menyatakan, selama ini ada kesalahan persepsi terkait penolakan eksploitasi karst yang dijadikan bahan baku semen.
"Jadi, ada sedikit kesalahan persepsi tentang perjuangan teman-teman menolak pabrik semen. Berdasarkan pengetahuan saya, bahan baku semen itu bukan karst tetapi batu gamping. Memang, keduanya agak mirip tetapi yang jelas berbeda," jelasnya.
"Perjuangan teman-teman dengan slogan selamatkan karst bisa saja dibantah oleh pemerintah bahwa memang karst tidak akan diganggu, apalagi ada Peraturan Gubernur Kaltim Nomor 67 tahun 2012 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Ekosistem Kawasan Karst. Tentu, dalam pergub itu tidak semua karst yang dilindungi dan ada sebagaian yang tidak. Tapi apapun itu, baik ekosistem karst maupun batu gamping yang akan dijadikan bahan baku semen, harus dilindungi dan dipertahankan," ucap Wiwin.
Perlindungan terhadap karst dan batu gamping, lanjut Wiwin, karena merupakan salah satu ekosistem esensial yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
"Karst dan batu gamping sudah diatur melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang masuk dalam kategori lingkungan hidup esensial," katanya.
Selain itu, tambahnya, ekosistem karst dan batu gamping harus dipertahankan karena sebarannya di dunia sangat sedikit.
"Alasan lain kenapa ekosistem karst dan batu gamping harus dilindungi karena sebarannya di dunia sangat kecil. Jadi, industri tambang tidak akan bisa berdampingan dengan apakah itu ekowisata maupun berbagai kegiatan penyelematan alam lainnya. Apalagi, kita tidak tahu rekam jejak perusahaan tersebut pada pengelolaan lingkungan," tutur Wiwin Efendi yang juga sebagai Koordinator WWF Indonesia-Kalimantan Timur.
Sebelumnya, Koordinator Profauna Borneo Bayu Sandi mengecam adanya izin industri tambang di kawasan habitat satwa langka dan dilindungi di Kabupaten Berau.
"Kami (Profauna) mengecam dan sangat menyayangkan adanya izin industri semen di kawasan yang merupakan habitat satwa langka dan dilindungi," ujarnya.
Profauna segera berkoordinasi dengan BKSDA dan Lembaga Swadaya Masyrakat (LSM) untuk meminta Pemerintah Provinsi Kaltim agar membatalkan izin eksploitasi di kawasan habitat satwa langka dan dilindungi tersebut.
Walaupun belum melakukan penelitian secara mendalam, namun Profauna Borneo sudah mendapatkan informasi dari masyarakat, terkait keberadaan Burung Enggang, yang merupakan salah satu satwa langka dan dilindungi di kawasan Kecamatan Biduk-biduk.
"Kami baru sekedar melakukan monotoring dan memang ada informasi di kawasan itu terdapat burung enggang. Tetapi, kami belum mendapatkan informasi secara detail terkait keberadaan macan dahan dan beruang madu di kawasan tersebut, khususnya di Kampung Teluk Sumbang. Yang jelas, pasti kami akan segera mengecek informasi tersebut," jelasnya.
"Terkait terbitnya izin industri tambang pabrik semen di kawasan itu, tentu kami akan segera berkoordinasi dengan BKSDA serta teman-teman LSM untuk melakukan berbagai upaya menghentikan eksploitasi di kawasan habitat satwa langka itu," tutur Bayu Sandi.
Profauna kata Bayu Sandi, sangat menyayangkan terbitnya izin industri tambang di kawasan Kecamatan Biduk-biduk yang memiliki keanekaragaman hayati.
"Dengan kenyataan seperti itu, kami sangat menyayangkan dan tidak setuju adanya industri tambang semen di kawasan yang memiliki kekayaan alam, seperti di Kecamatan Biduk-biduk. Semestinya, jika ingin membuka sebuah tempat untuk industri, terlebih dahulu harus melihat apakah disitu ada keanekaragaman hayatinya. Kalau berbicara keanekaragaman hayati, itu tidak akan tergantikan dan akan punah jika dirusak oleh industri tambang maupun perkebunan kelapa sawit ," jelasnya.
"Masing-masing satwa memiliki fungsi di ekosistem yang menjadi mata rantai sehingga jika alam yang dirusak, tentu kekayaan hayati di dalamnya akan punah. Apalagi, keberadaan tambang itu juga akan mengganggu sumber-sumber air sehingga juga pasti berdampak pada masyarakat disana. Jadi, kami sangat menyayangkan dan akan menggalang kekuatan dengan berbagai aktivis lingkungan agar eksploitasi di kawasan itu dibatalkan," kata Bayu Sandi.(*)
Pegiat Lingkungan Sesalkan Investasi Ekstraktif Di Biduk-biduk
Selasa, 8 November 2016 21:37 WIB