Samarinda (ANTARA Kaltim) - Tubuh Badak Sumatera, Najaq, yang mati beberapa hari lalu di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, dapat dijadikan bahan penelitian, kata Koordinator Nasional Konservasi Badak World Wildlife Fund for Nature (WWF) Indonesia Yuyun Kurniawan.
"Terlepas dari rasa kehilangan kita atas kematian Badak Sumatera yang ada di Kabupaten Kutai Barat, tetapi jangan kemudian kehilangan tersebut disia-siakan. Apa yang tersisa atas kematian Badak Sumatera itu bisa menjadi sumber pengetahuan dengan melakukan penelitian," ujar Yuyun, dihubungi dari Samarinda, Selasa.
Tubuh Badak Sumatera yang mati akibat mengalami infeksi setelah terjerat itu, kata Yuyun, akan diawetkan untuk dijadikan bahan penelitian.
"Proses pengawetan saat ini masih sedang berlangsung. Proses pengawetan tersebut tentunya akan memakan waktu yang cukup lama sebab dilakukan dengan sangat hati-hati. Pada proses otopsi saja, dilakukan dengan teliti untuk meminimalisasi kerusakan. Misalkan, kulitpun jangan sampai terkoyak, begitu pula dengan tulang-belulang sebisa mungkin tetap utuh," kata Yuyun.
Proses pengawetan itu dilakukan dengan merangkai kembali tulang belulang Badak Sumatera di Kutai Barat tersebut.
"Pengawetan itu penting untuk sumber informasi dan pembelajaran bagaimana struktur tulang belulang Badak Sumatera yang ada di Pulau Kalimantan," tuturnya.
"Pengawetan Badak Sumatera yang ada di Kalimantan ini baru pertama kali dilakukan, sementara Badak Sumatera yang ada di daerah lain sudah pernah dilakukan," kata Yuyun.
Ia menamabahkan WWF Indonesia sangat mendukung jika ada pihak khususnya mahasiswa dan pelajar yang akan mempelajari Badak Sumatera yang telah diawetkan tersebut.
"Tentu kami sangat mendukung jika ada yang berminat mempelajari lebih dalam Badak Sumatera yang sudah diawetkan itu nanti. Kerangka Badak Sumatera yang diawetkan itu merupakan sumber penelitian dalam upaya menambah pengetahuan tentang badak yang ada di Kalimantan, khususnya di Kabupaten Kutai Barat tersebut," ujarnya.
Saat ini, WWF Indonesia masih menunggu hasil laboratorium terkait kemungkinan penyebab lain matinya Badak Sumatera di Kutai Barat tersebut.
"Sejauh ini kami masih menunggu hasil laboratorium terkait kemungkinan penyebab lain atas matinya Badak Sumatera yang ada di Kutai Barat itu. Misalkan ada penyakit yang tidak bisa dilihat oleh mata dan itulah yang tengah diperiksa di laboratorim," katanya.
"Karena peralatan tidak ada di Kutai Barat, maka pemeriksaan tersebut dilakukan di Pulau Jawa," tambah Yuyun.
WWF Indonesia sudah mengidentifikasi keberadaan badak Sumatera di Kutai Barat lewat jejak kakinya dan kemudian lewat rekaman pengintai pada 2013.
Kemudian pada Oktober 2015, WWF berhasil merekam Badak Sumatera yang diperkirakan berusia 10 tahun tersebut.
Pada 12 Maret 2016, WWF akhirnya berhasil menyelematkan badak yang kemudian diberi nama Najaq tersebut namun pada 5 April badak itu mati diduga mengalami infeksi di kaki akibat jeratan tali. (*)