Penajam (ANTARA Kaltim) - Perusahaan kayu lapis dan pengolahan kayu di Jenebora, Penajam Paser Utara, PT Inne Donghwa Co Ltd, bersedia menyediakan dana dalam bentuk CSR (Corporate Social Responsibility) sebanyak Rp1,5 miliar untuk masyarakat Jenebora.
Jumlah itu berkenaan dengan tuntutan masyarakat atas pencemaran atas Teluk Balikpapan tempat nelayan Jenebora menangkap dan membudidayakan ikan yang dituduhkan kepada perusahaan tersebut.
Karena tuduhan pencemaran itu, jalur kapal pengangkut kayu bulat bahan baku produksi perusahaan diblokir oleh para nelayan hingga 10 hari lebih.
Hal tersebut disampaikan Asisten II Bagian Ekonomi Sekretaris Kabupaten (Sekkab) PPU, Rahman Nurhadi.
Ia juga sebelumnya perwakilan mayarakat nelayan Jenebora datang untuk meminta bantuan difasilitasi mengadakan pertemuan kembali dengan PT Inne Dongwha.
Selain itu, lanjutnya, masyarakat juga meminta bantuan hukum kepada Pemkab PPU, karena pihak Polres PPU sudah melayangkan surat pemanggilan sebanyak 2 kali terhadap beberapa masyarakat nelayan untuk diperiksa terkait permasalahan tersebut.
"Kami menyarankan masyarakat untuk meminta bantuan ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) terkait pemanggilan yang dilakukan Polres itu. Kami juga siap memfasilitasi pertemuan kembali dengan perusahaan," kata Rahman.
Menurutnya, setelah pihaknya melakukan pembicaraan melalui telepon, pihak manajemen perusahaan, menawarkan akan memberi ganti rugi dalam bentuk CSR sebesar Rp1,5 miliar. Dimana sebelumnya perusahaan hanya mampu member sebesar Rp50 juta.
"Perusahaan melunak dan akan memberikan dalam bentuk CSR sebesar Rp1,5 miliar, tahap pertama akan diberikan sebesar Rp300 juta dan selanjutnya akan diberikan setiap tahunnya sebesar Rp100 juta," jelas Rahman.
Dan untuk dugaan pencemaran yang dilakukan PT Inne Dongwha, tambahnya, Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Kabupaten PPU, sudah membawa sampel air ke Samarinda untuk uji laboratorium. Dan hasil uji laboratorium tersebut, dapat diketahui pekan depan.
"Hasil uji lab akan dikirim pekan depan, dan hasilnya akan kami berikan juga kepada pihak Polres. Jika ada pencemaran biar diselesaikan sesuai peraturan yang berlaku," kata Rahman.
Dengan penawaran PT Inne Dongwha tersebut, masyarakat nelayan Jenebora akan melakukan urun rembuk bersama. Dan kesepakatan masyarakat harus dituangkan dalam bentuk surat pernyataan.
"Kami akan melakukan pertemuan dengan warga lainnya, membuat kesepakatan dan dibuktikan dengan surat kesepakatan yang ditandatangi warga sesuai petunjuk Pemkab," kata koordinator perwakilan masyarakat nelayan Jenebora, Kasim.
Terkait belum dipenuhinya surat pemanggilan Polres PPU kepada beberapa masyarakat nelayan Jenebora, ia beralasan, nama dan alamat yang dituju dalam surat pemanggilan tersebut salah.
Kapolres PPU, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Sugeng Utomo menegaskan, pihaknya melihat permasalahan tersebut dan melihat ada indikasi ke ranah hukum. Karena pihak perusahaan sudah menawarkan kesanggupan ganti rugi Rp1,5 miliar, namun masyarakat tetap tidak terima.
"Karena tidak mau menerima masyarakat menutup alur pelayaran kapal PT Inne Dongwha, berarti masyarakat sudah mengganggu dan berindikasi pemerasan," ujar Kapolres.
Selain itu, tegas Kapolres Sugeng, kegiatan masyarakat menutup alur pelayaran kapal PT Inne Dongwha, juga sudah melanggar Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.
"Karena ada indikasi pelanggaran hukum, maka kami melayangkan surat pemanggilan terhadap beberapa masyarakat untuk dimintai keterangan. Namun, sudah 2 kali pemanggilan tidak ada yang datang," ungkap Kapolres.
Dan jika pemanggilan ketiga dilakukan tidak datang juga, tegas Kapolres Sugeng, maka sesuai peraturan, pihak Polres akan melakukan pemanggilan paksa terhadap anggota masyarakat tersebut.
"Kami lihat dulu, apakah pertemuan ini akan menghasilkan kesepakatan. Kalau tidak akan dipanggil lagi dan kalau tidak memenuhi panggilan akan ada upaya paksa," tegas Kapolres.
Sementara itu, hingga saat ini masyarakat nelayan Jenebora masih menutup menutup alur pelayaran kapal PT Inne Dongwha. Sehingga aktivitas perusahaan tersebut, dimana Dua ponton yang mengangkut kayu bahan baku produksi perusahaan pun tidak bisa merapat ke dermaga perusahaan. (*)