Samarinda (ANTARA) - Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur Ujang Rahmad mengatakan produksi minyak kelapa sawit di Provinsi Kalimantan Timur mencapai 3,8 juta ton per tahun atau sebesar 13,4 persen dari total produksi minyak sawit di Indonesia.
Ujang Rahmad mengatakan bahwa keberadaan perkebunan kepala sawit sangat beperan dalam peningkatan ekonomi di wilayah Kaltim.
"Data tahun 2020 menunjukkan produksi minyak sawit Indonesia sebesar 51 juta ton, sementara produksi Kaltim mencapai 3.8 juta ton," kata Ujang Rachmad dalam Workshop Perkebunan Berkelanjutan di Hotel Grand Tulip, Balikpapan, Rabu.
Ia mengatakan bahwa areal perkebunan di Kaltim mencapai 1,2 juta hektare yang tersebar di 10 kabupaten dan kota di Kaltim.
Luasan perkebunan sawit terbesar berada di Kabupaten Kutai Timur mencapai 459.616,36 hektare. Lahan di Kutai Timur itu melampaui lahan perkebunan sawit di Kabupaten Paser yang telah terlebih dulu mengembangkan kelapa sawit yang memiliki lahan 181.503,25 hektare.
Kawasan sawit yang luas lainnya terdapat di Kabupaten Kutai Kartanegara mencapai 224.223,15 hektare disusul Kutai Barat 146.304,81 hektare.
Berikutnya, Kabupaten Berau seluas 123.389,50 hektare dan Penajam Paser Utara (PPU) 52.291.18 hektar serta Mahakam Ulu memiliki luas 19.926 hektare
Sementara itu kawasan terkecil terdapat di wilayah kota seperti Balikpapan yang hanya memiliki 33 hektare sedangkan Bontang 52 hektare dan Samarinda seluas 1.358 hektare.
Ia mengatakan perkebunan menghadapi perhatian dan pengawasan berbagai pihak di tingkat global (pemerintah/regulator, LSM, investor, dan konsumen) tentang dampak industri kelapa sawit terhadap lingkungan, ekonomi dan sosial.
"Komoditas kelapa sawit telah melibatkan jutaan orang dan berkontribusi mengurangi kemiskinan," katanya.
Ujang mengakui pembangunan perkebunan menghasilkan manfaat sosial yang lebih luas dan mampu mempertahankan SDA menopang kekayaan bangsa menjadi hal yang fundamental dalam pengembangan perkebunan berkelanjutan sehingga dapat bersaing dan berhasil dalam jangka panjang.
"Inilah mengapa pembangunan perkebunan perlu dikaitkan dengan pembangunan wilayah berkelanjutan," ujarnya.
Strategi percepatan rencana aksi daerah, Disbun pada 2018 telah mendorong terbentuk Forum Komunikasi Perkebunan Berkelanjutan (FK-PB) terdiri unsur Pemprov, akademisi, pelaku usaha perkebunan (pekebun dan perusahaan perkebunan), NGO dan tokoh masyarakat.
"FK-PB telah memiliki landasan hukum Pergub 52/2018. Selaras RAD-KSB maka FK-PB menjadi pelaksana di Kaltim, mengingat struktur dan fungsi sesuai Inpres RAN-KSB," kata Ujang Rahmad.