Samarinda (ANTARA) -
"Angka pernikahan usia dini di Kaltim yang 13,9 persen ini di atas rata-rata nasional yang tercatat 11,54 persen, sedangkan tertinggi di Kalsel yang mencapai 23,12 persen," ujar Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Halda Arsyad di Samarinda, Minggu.
Penyebab pernikahan dini ada beberapa hal, antara lain faktor budaya, dorongan orang tua, kemiskinan, anak hamil sebelum menikah, dan orang tua merasa malu jika memiliki anak perempuan terlambat menikah karena ada yang menilai "tidak laku".
Untuk menghindari adanya pernikahan usia dini lagi, maka pihaknya melakukan kerja sama dengan berbagai pihak dan melakukan pembinaan dari berbagai sisi, melakukan kampanye, dan melalui Gerakan Bersama (Geber) guna memberikan pemahaman akan pentingnya mencegah pernikahan dini.
Geber, katanya, juga bertujuan melindungi anak dari pelanggaran hak azasi manusia (HAM) serta terwujudnya program wajib belajar 12 tahun sesuai dengan Instruksi Gubernur Kaltim kepada bupati dan wali kota se- Kaltim.
Ia juga mengatakan perlunya langkah antisipasi dari keluarga dalam upaya mencegah pernikahan dini, termasuk pendidikan yang matang pun harus dilakukan bagi anak agar mengetahui dampaknya jika melakukan pernikahan di usia muda.
Sebelumnya saat menggelar Rapat Koordinasi Daerah Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Rakorda PPPA) se- Kaltim secara virtual dengan tema Cegah Perkawinan Anak, ia pun menyampaikan hal yang sama dan berharap rakor menghasilkan ide cemerlang tambahan dalam mencegah pernikahan dini.
"Kaltim terus berupaya melakukan perlindungan perempuan dan anak melalui berbagai program dengan membangun sistem perlindungan anak yang komprehensif, untuk mencegah dan menanggulangi kekerasan terhadap anak, termasuk mencegah pernikahan pada usia dini," ucap Halda.