Samarinda (ANTARA News Kaltim) - Wakil Ketua Komisi III DPRD Kalimantan Timur Andi Harun menilai masih banyak perusahaan tambang batu bara yang belum melaksanakan kewajibannya, salah satunya melakukan reklamasi.
"Pada inspeksi mendadak yang kami lakukan bersama Dinas Kehutanan, Dinas Pertambangan Provinsi Kaltim, serta Pusat Penelitian Hutan Tropis (PPHT) Universitas Mulawarman Samarinda di kawasan Tahura Bukit Soeharto, Rabu (20/6), kami melihat sebagian perusahaan tambang terlihat gundul dan rusak tanpa ada upaya reklamasi atau penanaman 25 hektare setiap tahunnya berdasarkan kewajiban mereka," ungkap Andi Harun di Samarinda, Kamis.
Pada sidak Komisi III DPRD Kaltim yang juga membawa wartawan, baik cetak maupun elektronik tersebut, diperlihatkan lima jalan kolaborasi yang dijadikan "hauling" atau jalur pengangkutan batu bara oleh 15 perusahaan tambang batu bara yang beroperasi di sekitar kawasan Tahura Bukit Soeharto.
Lima jalan kolaborasi yang berada di kawasan Tahura Bukit Soeharto, yakni jalan sepanjang 6,4 kilometer digunakan oleh lima perusahaan, jalan sepanjang 8,5 kilometer digunakan tiga perusahaan, jalan kolaborasi sepanjang 9,7 kilometer dan "stock pile" atau pelabuhan seluas 3 hekterae digunakan empat perusahaan.
Selain itu, jalan sepanjang 9,3 kilometer dan pelabuhan seluas 2,6 hektare digunakan satu perusahaan, serta pelabuhan dengan luas 30 hektare dengan jalan kolaborasi sepanjang digunakan oleh dua perusahaan.
Pemandangan yang terlihat sebelum memasuki kawasan Tahura Bukit Soeharto, kata dia, tidak menunjukkan kalau kawasan tersebut merupakan sebuah hutan.
Bahkan di sepanjang jalan, terlihat tanaman kelapa sawit, kebun serta rumah-rumah warga.
Sebelum memasuki jalan kolaborasi, suasana penambangan batu bara sudah mulai terasa.
Debu aktibat aktivitas tambang terlihat membumbung ke angkasa dan deru mesin kendaraan besar pengangkut batu bara terdengar hingga beberapa meter.
Memasuki kawasan Tahura Bukti Soeharto, suasana tambang batu bara tidak serta-merta hilang tetapi justru kian terasa.
Puluhan mobil pengangkut batu bara terlihat menunggu di persimpangan ketika rombongan Komisi III DPRD Kaltim melintas di jalan kolaborasi tersebut.
Bahkan, rombongon Kimisi III DPRD Kaltim sempat menyaksikan aktivitas pembakaran di dalam kawasan Tahura Bukit Soeharto tersebut.
"Banyak penyimpangan yang dilakukan perusahaan tambang batu bara terkait dengan penggunaan jalan kolaborasi di kawasan Tahura Bukit Soeharto. Salah satunya, kita menemukan adanya pembakaran yang semestinya itu menjadi tanggung jawab para perusahaan untuk mengawasi," katanya.
Di samping itu, kata Andi Harun, pos jaga di setiap jalan kolaborasi terlihat tidak layak, apalagi pos jaga itu harus aktif selama 24 jam. Namun, jika melihat kondisinya, tidak mungkin pos itu aktif sesuai dengan kesepakatan yang mereka buat.
Pihak DPRD Kaltim, lanjut dia, akan segera mengajukan penutupan jalan kolaborasi di kawasan Tahura Bukit Soeharto itu.
"Sejak prosesnya saja sudah aneh dan penerapan di lapangan juga tidak sesuai. Jadi, jika kawasan Tahura Bukit Soeharto akan dikembalikan lagi ke konsep awal, semestinya jalan kolaborasi itu ditutup. Kami akan mempertanyakan keluarnya izin jalan kolaborasi itu. Jika perlu, akan ditempuh melalui jalur hukum," ungkap Andi Harun. (*)