Samarinda (ANTARA News Kaltim) - Komisi III DPRD Kaltim, Senin (25/6) ini, menjadwalkan pemanggilan 16 perusahaan tambang batu bara yang beroperasi di sekitar Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto.
Keterangan dari perusahaan-perusahaan tersebut sangat diperlukan, sebelum Komisi III mengeluarkan rekomendasi terkait perjanjian penggunaan jalan kolaborasi oleh 14 dari 16 perusahaan tambang batu bara di sekitar kawasan konservasi tersebut.
"Komisi III serius menuntaskan persoalan ini. Ketika melakukan inspeksi kita menemukan banyak kejanggalan. Karena itu hasil temuan lapangan akan kita cek silang dengan keterangan perusahaan-perusahaan, sebelum Komisi III mengeluarkan rekomendasi akhir. Kalau memang terbukti perjanjian kolaborasi itu tak banyak manfaatnya bagi daerah, namun justru membawa kerugian yang besar, Komisi III akan merekomendasikan pemerintah mencabutnya," kata Wakil Ketua Komisi III DPRD Kaltim, Andi Harun, Minggu (24/6).
Sebelumnya, Rabu (20/6), Andi Harun bersama Sekretaris Komisi III, Agus Santoso dan sejumlah anggota Komisi III, antara lain Hj Kasriyah, Aji Sofyan Alex, H Gamalis, H Jawad Sirajuddin, M Adam, Wibowo Handoko dan H Ichruni Lufthi Sarasakti didampingi Dinas Kehutanan Kaltim, Dinas Pertambangan Kaltim serta Pusat Penelitian Hutan Tropis (PPHT) Unmul Samarinda, melakukan inspeksi ke sejumlah perusahaan tambang yang beroperasi di sekitar Bukit Soeharto, termasuk meninjau lima jalan kolaborasi yang digunakan 14 perusahaan tambang.
Sejumlah temuan Komisi III di antaranya pos jaga yang tidak manusiawi, kondisi sekeliling Bukit Soeharto yang rusak, serta pembakaran di dalam hutan konservasi itu tanpa usaha pemadaman.
Padahal, poin-poin tersebut merupakan kewajiban perusahaan yang tertuang dalam perjanjian kolaborasi 14 perusahaan tambang dengan Dinas Kehutanan Kaltim.
Kontribusi 14 perusahaan itu sendiri terhadap daerah sangat kecil. Sepanjang lima tahun, Dinas Kehutanan Kaltim hanya mendapat tiga kendaraan roda empat, sebelas roda dua, dua peralatan Global Positioning System (GPS), satu pompa air, dan empat handy talky. Belakangan pemberian tersebut juga disoal, karena diduga berbau gratifikasi.
"Informasi dan data-data yang diperoleh Komisi III sejauh ini menunjukkan perjanjian kolaborasi ini lebih banyak mudharatnya bagi daerah, dibanding manfaatnya," tegas Andi Harun, politisi Partai Patriot yang juga Ketua Fraksi Patriot Bintang Demokrasi (PBD) ini.
Seperti diketahui, ada 16 nota kesepahaman antara Dishut Kaltim dengan perusahaan tambang batu bara. Kerja sama berbentuk penggunaan tiga jalan bekas perusahaan pemegang HPH untuk jalan angkut (hauling) batu bara.
Di utara Bukit Soeharto sepanjang 9,7 kilometer, dua jalur di selatan Tahura masing-masing 6,5 kilometer dan 8,5 kilometer. Jalur ini dulunya milik PT Rimba Djajaraja dan PT Hartati Jaya. Semuanya masuk hutan pendidikan Unmul.
Universitas Mulawarman (Unmul) melalui Pusat Penelitian Hutan Tropis (PPHT) telah mengundurkan diri dari kerja sama ini setelah setahun berjalan, yakni pada 2008. Mereka menilai kerja sama ini tidak mendidik dan berpotensi merugikan negara.
Adapun 14 dari 16 perusahaan tambang yang memakai tiga jalan eks-HPH di Bukit Soeharto menurut data Dishut Kaltim adalah PT Lembu Swana Perkasa, sejak 2007. Kemudian PT Gunung Harang Sejahtera (2009), CV Empat Sehati (2008), PT Kaltim Batu Manunggal (2008), PT Indomas Karya Jaya (2009), CV Artha Pratama Jaya (2010), CV Wiraco (2010), CV Konsorsium Arwana (2009), PT Baramulti Sukses Sarana (2010), CV Energi Bumi Kartanegara (2010), CV Artha Coal (2010), CV Wana Artha (2010), CV Fazar Utama (2009), dan CV Dwi Karya Pratama (2010).
"Kami mengharapkan perusahaan-perusahaan yang kami undang, hadir memenuhi undangan Komisi III," kata Andi Harun. (Humas DPRD Kaltim/adv)