Berau (ANTARA) - Warga Kampung Teluk Semanting, Kecamatan Pulau Derawan, mempresentasikan keadaan kampungnya dengan pameran foto di Balai Mufakat di Kantor Bupati Berau, Tanjung Redeb, Kalimantan Timur, Kamis.
“Ternyata dengan begini jauh lebih mudah memahami persoalan yang sedang terjadi,” kata Wakil Bupati Berau Agus Tamtomo.
Dengan foto dan langsung dipresentasikan oleh 14 warga yang mengambil foto itu di lapangan, hanya diperlukan waktu lebih kurang 90 menit untuk menjelaskan berbagai persoalan atau hal yang sedang berlaku di kampung tersebut.
Warga yang khawatir pada perambahan dan perusakan hutan mangrove yang mengelilingi kampung mereka, misalnya, memotret pohon bakau raksasa yang dikupas kulitnya oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
“Kalau kulitnya dikupas, pohon manapun akan mati karena makanan tidak bisa dikirim ke seluruh bagian pohon,” kata M Fazrul dari Karang Taruna Kampung Semanting. Warga minta tolong Pemkot untuk membantu menjaga kelestarian mangrove yang juga aset wisata desa tersebut.
Warga juga melaporkan akan penggunaan jaring trawl atau pukat harimau oleh sebagian warga nelayan dari tempat lain. Akibatnya, tangkapan nelayan Teluk Semanting semakin sedikit. Sebuah foto yang menampilkan seorang nelayan Teluk Semanting dengan raut muka sedih yang memandang jaringnya yang kosong menjadi ilustrasi dari paparan tersebut. Warga pun minta hukum atas larangan trawl ditegakkan maksimal.
Jaring yang dipakai nelayan di Teluk Semanting adalah jaring insang dengan mata jaring yang lebih lebar, sehingga masih meloloskan ikan-ikan kecil. Mata jaring trawl, yang bisa berukuran 1x1 inci, sering menangkap ikan semua ukuran sehingga tak tersisa. Penggunaan trawl dilarang penuh sejak tahun 1983 melalui instruksi presiden, dan secara tidak langsung di dalam Pasal 9 UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
Ada juga laporan tentang kasus stunting atau cebol. Sebuah foto dengan empat balita berjajar membelakangi si pemotret menjadi ilustrasi sempurna.
“Anak-anak ini seumuran, tapi tinggi badan mereka berbeda,” kata Bidan Irma sang pemotret. Namun demikian Bu Bidan juga memotret berbagai upaya untuk mencegah stunting tersebut. Ada foto dengan wajah-wajah ceria anak-anak balita memegang kotak-kotak makanan tambahan.
Sebab masalah dihadirkan demikian gamblang, Pemkab Berau dapat memberi solusi langsung. Pada kasus harga tanaman sahang atau merica yang semakin turun harganya, Wakil Bupati Agus Tamtomo menyarankan untuk mengolah dahulu hasil panen merica, baru menjualnya.
“Dijadikan merica bubuk,” senyumnya. Ini dapat menjadi usaha baru bagi warga.
Hal penggunaan trawl, Wakil Bupati berjanji untuk melakukan pendekatan yang lebih intensif dan tidak lagi sekedar pendekatan represif.
“Kita ingin semua nelayan memikirkan masa depan mereka dan turut menjaga bersama-sama wilayah tangkapan mereka,” kata Agus lagi.
Untuk presentasi warga di Balai Mufakat tersebut, Yayasan Konservasi Alam Nusantara bekerjasama dengan Photovoice International untuk melatih warga mengenal kamera dan memotret. Photovoice juga menyediakan kamera, mentor, dan tenaga pendamping sejak Agustus 2019 lampau.
“Karena gambar berbicara lebih jelas dan seringkali bisa lebih jujur. Dengan foto ini juga terbukti warga bisa terlibat dalam proses pengambilan kebijakan menyangkut nasib mereka dengan lebih gamblang,” kata Direktur Eksekutif Photovoice Internationa Tri Soekirman.